Minggu, 28 Oktober 2012

makalah Syiah


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata Syi’ah berarti “pengikut” atau “penolong” dan kata musyaaya’ah sepadan dengan kata musaasharah. Istilah ini dipungut dari peristiwa masa lalu yaitu khalifah ketiga, Ustman bin Affan terbunuh, yang mengakibatkan kaum muslimin terbagi menjadi dua golongan. Sebagai besar menjadi syi’ah (pengikut) Ali dan sebagian kecil menjadi syi’ah muawiyah.
Seiring dengn berjalannya waktu dan perkembangan zaman istilah syi’ah lebih lebih dinisbatkan kepada kelompok pengikut Ali bin Abi thalib, dan pemihakan kepada Ali berubah menjadi berubah menjadi pengutamaan Ali dan para cucunya. Sehingga lambat laun tumbuh keyakinan bahwa khalifah dan kepemimpinan ummat adalah hak mutlak bagi Ali dan keturunannnya.
Sejarah Islam mencatat bahwa hingga saat ini terdapat dua macam aliran besar dalam Islam. Keduanya adalah Ahlussunnah (Sunni) dan Syi’ah. Tak dapat dipungkiri pula, bahwa dua aliran besar teologi ini kerap kali terlibat konflik kekerasan satu sama lain, sebagaimana yang kini bisa kita saksikan di negara-negara seperti Irak dan Lebanon. Terlepas dari hubungan antara keduanya yang kerap kali tidak harmonis, Syi’ah sebagai sebuah mazhab teologi menarik untuk dibahas. Diskursus mengenai Syi’ah telah banyak dituangkan dalam berbagai kesempatan dan sarana. Tak terkecuali dalam makalah kali ini. Dalam makalah ini kami akan membahas pengertian, sejarah, tokoh, ajaran, dan sekte Syi’ah. Semoga karya sederhana ini dapat memberikan gambaran yang utuh, obyektif, dan valid mengenai Syi’ah, yang pada gilirannya dapat memperkaya wawasan kita sebagai seorang Muslim.
Dengan penjelasan diatas penulis bermaksud untuk membuat makalah ini dengan tujuan untuk lebih memahami kan adanya aliran syia’ah dengan pola pikir yang di gunakan sebagai landasan pemikiran golonga  syi’ah baik secara klasik maupun secar modern. Semoga dengan mengkaji teologi tentang golongan syi’ah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan bagi semua pembaca.


1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diambil dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.   Apa pengertian dari Syi’ah?
2.   Bagaimana sejarah timbulnya golongan syi’ah?
3.   Siapa tokoh-tokoh dalam golongan syi’ah?
4.   Apa saja kelompok-kelompok utama syi’ah?
5.   Bagaimana ajaran-ajaran syi’ah?
1.3 Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah tentang syia’ah ini adalah sebagai berikut:
1.   Untuk mengetahui pengetian syi’ah.
2.   Untuk mengetahui sejarah timbulnya aliran syi’ah.
3.   Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam aliran Syiah.
4.   Untuk mengetahui kelompok-kelompok utama syi’ah.
5.   Untuk mengetahui bentuk ajaran-ajaran pada golongan syi’ah.
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini adalah khususnya bagi para penulis dan umumnya bagi pembaca dapat mengetahui ajaran-ajaran yang dibawa oleh syi’ah. Selain itu juga memahami bagaimana pola pikir yang dibawa oleh ajaran syi’ah, apakah sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran dalam Al Qur’an dan sunnah.
1.5 Batasan Masalah
Agar tidak menimbulkan kerancuan dalam memahami topik pembahasan dalam makalah ini, maka penulis hanya membatasi ruang lingkup pembahasan pada aliran dan ajaran yang dibawa oleh para pengikut syi’ah.
1.6 Jenis Metode Penelitian
Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research). Metode penelitian kepustakaan (Library Research) merupakan metode yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan seperti, buku-buku, majalah, catatan dan kisah-kisah sejarah yang terkait masalah yang dibahas dalam makalah ini.
Data yang dikumpulkan dalam makalah penelitian ini adalah data kualitatif yang dikumpulkan secara manual oleh penulis. Analisa data (materi) yang telah diperoleh pada metode ini yaitu dengan pendekatan Naratif. Pendekatan Naratif adalah penganalisaan data yang saling bersambungan atau berurutan, yang dimulai dari pengertian syi’ah, sejarah perkembangan syi’ah, tokoh-tokoh dalam aliram syi’ah, kelompok-kelompok syi’ah dan ajaran-ajaran yang dibawa oleh syi’ah.























BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Syi’ah
stilah Syi'ah berasal dari kata Bahasa Arab Syī`ah. Bentuk tunggal dari kata ini adalah Syī`ī ."Syi'ah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah Syi`ah `Ali artinya "pengikut Ali", yang berkenaan tentang Q.S. Al-Bayyinah ayat khoirulbariyyah, saat turunnya ayat itu Nabi SAW bersabda: "Wahai Ali kamu dan pengikutmu adalah orang-orang yang beruntung" (ya Ali anta wa syi'atuka humulfaaizun).
Syi'ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna: pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara. Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib sangat utama di antara para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau. Syi'ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu, Syi'ah mengalami perpecahan sebagaimana Sunni juga mengalami perpecahan mazhab.
Syi’ah menurut bahasa adalah pendukung atau pembela. Syi’ah Ali adalah pendukung atau pembela Ali. Syi’ah Mu’awiyah adalah pendukung Mu’awiyah. Pada zaman Abu Bakar, Umar dan Utsman kata Syi’ah dalam arti nama kelompok orang Islam belum dikenal. Kalau pada waktu pemilihan kholifah ke-tiga ada yang mendukung Ali, tetapi setelah ummat Islam memutuskan memilih Utsman bin Affan, maka orang-orang yang tadinya mendukung Ali, akhirnya berbai’at kepada Utsman termasuk Ali. Jadi, belum terbentuk secara faktual kelompok ummat Islam bernama Syi’ah.
Syiah artinya pendukung, maksudnya pendukung Ali bin Abi Thalib. Pada akhir masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan, seorang Yahudi yang bernama Abdullah bin Saba menyatakan diri masuk Islam. Sewaktu masih menganut agama Yahudi ia pernah mengatakan bahwa Yusya’ bin Nun adalah seorang yang diberi wasiat oleh Nabi Musa untuk melanjutkan memimpin Bani Israil. Setelah masuk Islam, dia menghembuskan doktrin bahwa Ali telah menerima wasiat dari Nabi Muhammad sebagai khalifah sepeninggal beliau. Lebih dari itu Abdullah bin Saba mengajarkan bahwa pada diri Ali itu mengandung unsur ketuhanan.
Menurut golongan Ahlu Sunnah Wal Jamaah kaum Syi’ah adalah kaum ar-Rifadhah, yaitu orang-orang yang menolak dan dinamakan demikian karena mereka menolak keimanan Abu Bakar dan Umar serta mereka sepakat bahwa Nabi Muhammad SAW telah menentukan Ali sebagai penggantinya dengan menyebut namanya dan mengumumkannya terang-terangan. Mereka juga berpendapat bahwa banyak sahabat Nabi SAW telah sesat, karena mereka meninggalkan ajaran dan amalan yang diperintahkannya setelah Rosulullah wafat.
Kaum muslimin masih berbeda pendapat dalam menilai golongan syi’ah. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa syiah adalah kelompok pemahaman aqidah aqidah saja, sedangkan sebagian yang lain, berpendapat bahwa syi’ah adalah paham politik, bahkan sebagian lain lagi berpendapat bahwa bahwa syi’ah tidak lebih dari perwujudan dari rasa simpati terhadap Ali bin Abi thalib.

2.2 Sejarah dan perkembangan Syi’ah
Syi’ah pada awalnya bukan merupakan mazdhab atau paaham dalam agama, namun salh satu pandangan politik yang beranggapan bahwa Ali bin abi thalib adalah seorang yang lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan dibandimgkan dengan Mu’awiyah bin Abi sufyan.
Maka ketika terjadi pertikaian dan peperangan antara Ali dan Mu’awiyah, barulah kata Syi’ah muncul sebagai nama kelompok ummat Islam. Tetapi bukan hanya pendukung Ali yang disebut Syi’ah Ali dan Syi’ah Mu’awiyah. Hal itu tercantum dalam naskah perjanjian melaksanakan TAHKIM, di mana disitu diterangkan: bahwa apabila orang yang ditentukan dalam pelaksanaan tahkim itu berhakangan, maka diisi dengan orang dari Syi’ah masing-masing.
Pada masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib umat islam benar-benar berada tengah dilanda ketidakpastian. Mereka yang cenderung berpihak pada Ali bin Abi Thalib berkeyakinan bahwa mu’awiyah tidaklah bersungguh-sungguh marah menuntut kematian ustman. Kematian Ustman sengajaa dingkat sebagai isu politik untuk mengobarkan ketidakpuasan umat, sehingga tercipta kesenjangan antara Ali bin Abi Thalib dengan khalifah, sehingga beralih ketangannya. Dan agaknya nasib mujur berada pada pihak mu’awiyah sehingga. Ia berhaasil memenuhi ambisinya ia mampu menggunakan tragedy berdarah yang menimpa Ustman sebagai tunggangan politik menuju kepemimpinan. Kekalahan yang diderita oleh Mu’awiyah dalam perang shiffin sempat menghambat langkah mu’awiyah, namun kekalahan itu dapat ditebusnya dengan tipu muslihat yang terjadi dalam perundingan. Diatas semua itu, terbunuhnya Ali menjadi penentunya impian Mu’awiyah dalam meraih tahta. Dapat dikatakan bahwa kalau saja Ali tidak terbunuh, niscaya Mu’awiyah tidak akan mampu mencapai kepemimpinan umat dan tidak pula satu orang pun keluarga Umawi yang akan akan memegang kendali kepemimpinan umat islam.
Peristiwa-peristiwa diatas menjelaskan kenyataan bahwa kemenangan menggulingkan khalifah Ali adalah kemenangan politik, bukan kemenangan mazhab agama. Kenyataan yang kedua adalah bahwa pada pandangan umat, Ali berhak atas kekhalifahan karena keutamaannya, ilmunya, kebijaksanaannya, serta karena ia tergolong orang yang pertama kali memeluk islam diantara mereka. Para pendukung dan pembela Ali, sepeninggalnya, menyatakan dukungan dan pembelaannya kepada Ali.
Para penulis sejarah Islam berbeda pendapat mengenai awal mula lahirnya Syi’ah. Sebagian menganggap Syi’ah lahir langsung setelah wafatnya Nabi Muhammad saw, yaitu pada saat perebutan kekuasaan antara golongan Muhajirin dan Anshar di Balai Pertemuan Saqifah Bani Sa’idah. Pada saat itu muncul suara dari Bani Hasyim dan sejumlah kecil Muhajirin yang menuntut kekhalifahan bagi ‘Ali bin Abi Thalib. Sebagian yang lain menganggap Syi’ah lahir pada masa akhir kekhalifahan ‘Utsman bin ‘Affan atau pada masa awal kepemimpinan ‘Ali bin Abi Thalib.
Pendapat yang paling populer adalah bahwa Syi’ah lahir setelah gagalnya perundingan antara pihak pasukan Khalifah ‘Ali dengan pihak pemberontak Mu’awiyah bin Abu Sufyan di Shiffin, yang lazim disebut sebagai peristiwa tahkîm atau arbitrasi. Akibat kegagalan itu, sejumlah pasukan ‘Ali memberontak terhadap kepemimpinannya dan keluar dari pasukan ‘Ali. Mereka ini disebut golongan Khawarij. Sebagian besar orang yang tetap setia terhadap khalifah disebut Syî’atu ‘Alî (pengikut ‘Ali).
Pendirian kalangan Syi’ah bahwa ‘Ali bin Abi Thalib adalah imam atau khalifah yang seharusnya berkuasa setelah wafatnya Nabi Muhammad telah tumbuh sejak Nabi Muhammad masih hidup, dalam arti bahwa Nabi Muhammad sendirilah yang menetapkannya. Dengan demikian, menurut Syi’ah, inti dari ajaran Syi’ah itu sendiri telah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw.
Namun demikian, terlepas dari semua pendapat tersebut, yang jelas adalah bahwa Syi’ah baru muncul ke permukaan setelah dalam kemelut antara pasukan Mu’awiyah terjadi pula kemelut antara sesama pasukan ‘Ali. Di antara pasukan ‘Ali pun terjadi pertentangan antara yang tetap setia dan yang membangkang.

2.3 Tokoh-tokoh dalam golongan Syi’ah
Dalam pertimbangan Syi’ah, selain terdapat tokoh-tokoh populer seperti ‘Ali bin Abi Thalib, Hasan bin ‘Ali, Husain bin ‘Ali, terdapat pula dua tokoh Ahlulbait yang mempunyai pengaruh dan andil yang besar dalam pengembangan paham Syi’ah, yaitu Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin dan Ja’far al-Shadiq. Kedua tokoh ini dikenal sebagai orang-orang besar pada zamannya. Pemikiran Ja’far al-Shadiq bahkan dianggap sebagai cikal bakal ilmu fiqh dan ushul fiqh, karena keempat tokoh utama fiqh Islam, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, secara langsung atau tidak langsung pernah menimba ilmu darinya. Oleh karena itu, tidak heran bila kemudian Syaikh Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas al-Azhar, Mesir, mengeluarkan fatwa yang kontroversial di kalangan pengikut Sunnah (Ahlussunnah—pen.). Mahmud Syaltut memfatwakan bolehnya setiap orang menganut fiqh Zaidi atau fiqh Ja’fari Itsna ‘Asyariyah.
Adapun Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin terkenal ahli di bidang tafsir dan fiqh. Pada usia yang relatif muda, Zaid bin ‘Ali telah dikenal sebagai salah seorang tokoh Ahlulbait yang menonjol. Salah satu karya yang ia hasilkan adalah kitab al-Majmû’ (Himpunan/Kumpulan) dalam bidang fiqh. Juga karya lainnya mengenai tafsir, fiqh, imamah, dan haji.
Selain dua tokoh di atas, terdapat pula beberapa tokoh Syi’ah, di antaranya:
1)      Nashr bin Muhazim
2)      Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa al-Asy’ari
3)       Ahmad bin Abi ‘Abdillah al-Barqi
4)      Ibrahim bin Hilal al-Tsaqafi
5)      Muhammad bin Hasan bin Furukh al-Shaffar
6)      Muhammad bin Mas’ud al-‘Ayasyi al-Samarqandi
7)       Ali bin Babawaeh al-Qomi
8)       Syaikhul Masyayikh, Muhammad al-Kulaini
9)       Ibn ‘Aqil al-‘Ummani
10)  Muhammad bin Hamam al-Iskafi
11)  Muhammad bin ‘Umar al-Kasyi
12)   Ibn Qawlawaeh al-Qomi
13)  Ayatullah Ruhullah Khomeini
14)    Al-‘Allamah Sayyid Muhammad Husain al-Thabathaba’i
15)   Sayyid Husseyn Fadhlullah
16)   Murtadha Muthahhari
17)   ‘Ali Syari’ati
18)   Jalaluddin Rakhmat
19)    Hasan Abu Ammar

2.4 Kelompok-kelompok besar Syi’ah
Dalam tubuh Syi’ah terdapat beraneka ragam kelompok yang tentunya dengan bermacam-macam pula tujuannya, cara dan aqidahnya. Diantara kelompok-kelomppok itu ada yang berlebihan dan ada yang wajar, dan ada pula yang jelas-jelas menyimpang keluar dari rel kebenaran. Diantara sekian banyak tubuh syi’ah ada yang dikenal dengan Sabbaiyah yang dipimpin oleh seorang yahudi bernama Abdullah bin Saba’. Kelompok yang lain lagi adalah Tawabun, Al kisaniyyah, dan Al Mughiriyyah yang bernisbat kepada Mughirah bin Said Al Bajali.
Kelompok utama Syi’ah ini memiliki karakteristik ajaran dan panadangan syi’ah yang berbeda antara lain adalah sebagai berikut:
1.   Sabaiyyah
Inilah firqah yang pertama kali menuhankan Ali bin Abi Thalib. Firqah ini dipimpin oleh Abdullah bin Saba’, seorang yahudi yang menyebarkan ajaran sesat dikalangan umat dengan tujuan mengotori kemurnian ajaran islam. Dengan gigih ia berkeliling wilayah islam menyebarkan ajaran sesatnya, sebagian penduduk ada yang menerima sebagian lain ada yang menolak dan mengusirnya.
Salah satu ajaran yang menonjol adalah ajarannya tentang adanya wasiat dan reinkarnasi. Wasiat yang dimaksud disini adalah wasiat kepemimpinan yaitu bahwa Ali bin Abi Thalib adalaah wasiat rasulullah, Hasan wasiat Ali, Husain wasiat Hasan dan seterusnya. Sedangkan yang dimaksud dengan reinkarnasi adalah bahwa Muhammad akan bangkit kembali dan begitu jug dengan Ali bin Abi Thalib. Hassutan Abdullah tentang ajaran diatas tidak hanya berhenti disitu, bahkan diamelakukan berbagai reka daya untuk mengotori akidah dan ajaran islam yaitu dengan cara menuhankan Ali bin Abi Thalib bahkan menuhankan anak dan keturunan Ali.
2.   Tawabun
Ketika Hasan meninggal dunia maka wasiat kepemimpinan berpindah pada tangan Husein. Banyak penduduk irak yang bergabung dan mendukungnya. Namun tidak begitu lama kemudian terjadilah krisis yang menjadikan terbunuhnya Husein dikarbalah dengan keadaan yang sangat menyedihkan. Peristiwa tragis itu membangkitkan kebencian dalam hati kaum muslimin terhadap siapa saja yang merendahkan dan menganiaya keluarga keturunan Rasulullah Saw. Pada masa itulah “Tasyayyu’” kepada keluarga keturunan Nabi meluas dan berakar dalam hati banyak umat islam. Muncullah di Basrah kelompok jamaah dengan menamakan diri “Tawwabun” yang dipimpin oleh Sulaiman bin Shurd Al Khuza’I seorang sahabat Nabi yang mulia.
Kelompok Tawwabun ini bukanlah kelompok yang terbentuk karena aqidah dan syariat  yang tersendiri. Kelompok ini hanya bernotif rasa simpati dan ungkapan penyesalan karena mereka merasa bersalah dan bertanggung jawab atas kematian Husain. Penyeru yang paling giat dalam kelompok ini adalah Ubaidillah bin Abdullah Al Marasi. Dia menyebarkan kebobrokan akhlak pembunuhan Husain ditengah masyarakat luas, dan menggambarkan pembunuhan itu sebagai suatu tindakan yang keji.
3.   Al kisaniyyah
Kisanniyyah diambil dari nama Kisan, bekas budak yang dimerdekkan Ali bin Abi Thalib. Kisan inilah yang menunjukkan pembunuhan Husain kepada Mukhtar bin Abi Ubaid  Ats Tsaqafi yang segera melakukan balas dendam dengan melakukan pembantaian masal. Sedangkan menurut kelompok yang lain , nama Kisanniyyah sebenarnya dinisbatkan kepada Mukhtar bin Abi Ubaid, yang sebelumnya bernama Kisan. Mukhtar inilah tonggak penyangga kelompok yang menyeru kepada imamah Muhammad bin Hanafiyyah.
Kelompok ini berpendapat bahwa kepemimpinan merupakan hak Muhammad bin Ali bin Abi Thalib yang lebih dikenal dengan Muhammad bin Hanafiyyah, dinisbatkan kepada ibunya, khaulah, dari Bani Hanifah. Mereka berpendapat demikian karena dialah yang membawa bendera dalam pertempuran jamal. Sebagian lagi dari mereka yang berpendapat bahwa Muhammad bin Hanafiyyahlah orang yang paling berhak mendapatkan hak khalifah sesudah ayahnya.
4.   Al Mughiriyyah
Adalagi kelompok lain dari syi’ah yang memiliki pemahaman sesat dan menisbatkan diri mereka dengan bertasyyu’ kepada Hasan bin Ali. Firqah ini merupakan firqah yang paling terkenal penyimpangannya dari agama islam. Nama firqah ini adalah Mughiriyyah. Firqah ini merupakan cabang dari firqah Muhammadiyahyang mempunyai ajaran menunggu kedatangan Nabi Muhammad bin Abdullah bin Hasan bin Hasan bin Ali, yang lebih dikenal dengan Muhammad berjiwa suci (Annafsu Azzakiyyah).
Tokoh firqah Al Mughiriyyah adalah Mughirah bin Sa’id Al Bajali yang merupakan bekas budak yang dimerdekakan oleh Khalid bin Abdullah Al Qasiri. Sepeninggalan Muhammad An nafsu Zakiyyah, Mughirah mengangkat dirinya sebagai imam, bahkan ia menganggap dirinya sebagai Nabi. Tidak hanya itu ia pun menghalalkan yang haram dan menuhankan Ali bin Abi Thalib dan menambah ajaran baru yaitu “tasyibih” (menyerupakan khaliq dengan mahluknya). Ia mengatakan bahwa Allah mempunyai anggota badan sebagaiman huruf hijaiyyah. Sosoknya persis seperti seorang laki-laki berupa cahaya.
Kesesatan dan khufarat sebenarnya tidak hanya berkembang pada kalangan Mughiriyyah saja, firqa-firqah lain pada tubuh syi’ah pun memiliki keyakinan yang tidak kalah kejinya. Ajaran sesat ini kemungkina bersumber pada dua hal, pertama karena pengkultusan dan kecintaan yang berlebihan terhadap Ahlubait, dan kedua karena kebencian yang teramat besar pada ajaran islam. Dengan dibantu orang-orang yang dungu, mereka ingin mengotori ajaran-ajaran agama islam, merusak citranya, serta mengalihkannya kearah sesat. Untuk menunjang rencana tersebut, mereka membentuk suatu firqah guna menampung pengikut yang lebih banyak. Dengan demikian mereka kan lebih mudah menabur racun keraguan kedalam hati pengikutnya. Maka ynag terjadi adalah seperti yang dapat kita lihat dikalangan umat islam sekarang ini, yaitu menyebabkan fitnah yang amat sangat dasyat.

2.5 Ajaran-ajaran Syi’ah
Ajaran-ajaran yang dibawa oleh golongan Syi’ah terdapat 11 ajaran antara lain adalah sebagai berikut:
1.         Ahlulbait
Secara harfiah ahlulbait berarti keluarga atau kerabat dekat. Dalam sejarah Islam, istilah itu secara khusus dimaksudkan kepada keluarga atau kerabat Nabi Muhammad saw. Ada tiga bentuk pengertian Ahlulbait. Pertama, mencakup istri-istri Nabi Muhammad saw dan seluruh Bani Hasyim. Kedua, hanya Bani Hasyim. Ketiga, terbatas hanya pada Nabi sendiri, ‘Ali, Fathimah, Hasan, Husain, dan imam-imam dari keturunan ‘Ali bin Abi Thalib. Dalam Syi’ah bentuk terakhirlah yang lebih popular.
2.         Al-Badâ’
Dari segi bahasa, badâ’ berarti tampak. Doktrin al-badâ’ adalah keyakinan bahwa Allah swt mampu mengubah suatu peraturan atau keputusan yang telah ditetapkan-Nya dengan peraturan atau keputusan baru. Menurut Syi’ah, perubahan keputusan Allah itu bukan karena Allah baru mengetahui suatu maslahat, yang sebelumnya tidak diketahui oleh-Nya (seperti yang sering dianggap oleh berbagai pihak). Dalam Syi’ah keyakinan semacam ini termasuk kufur. Imam Ja’far al-Shadiq menyatakan, “Barangsiapa yang mengatakan Allah swt baru mengetahui sesuatu yang tidak diketahui-Nya, dan karenanya Ia menyesal, maka orang itu bagi kami telah kafir kepada Allah swt.” Menurut Syi’ah, perubahan itu karena adanya maslahat tertentu yang menyebabkan Allah swt memutuskan suatu perkara sesuai dengan situasi dan kondisi pada zamannya. Misalnya, keputusan Allah mengganti Isma’il as dengan domba, padahal sebelumnya Ia memerintahkan Nabi Ibrahim as untuk menyembelih Isma’il as
3.         Asyura
Asyura berasal dari kata ‘asyarah, yang berarti sepuluh. Maksudnya adalah hari kesepuluh dalam bulan Muharram yang diperingati kaum Syi’ah sebagai hari berkabung umum untuk memperingati wafatnya Imam Husain bin ‘Ali dan keluarganya di tangan pasukan Yazid bin Mu’awiyah bin Abu Sufyan pada tahun 61 H di Karbala, Irak. Pada upacara peringatan asyura tersebut, selain mengenang perjuangan Husain bin ‘Ali dalam menegakkan kebenaran, orang-orang Syi’ah juga membaca salawat bagi Nabi saw dan keluarganya, mengutuk pelaku pembunuhan terhadap Husain dan keluarganya, serta memperagakan berbagai aksi (seperti memukul-mukul dada dan mengusung-usung peti mayat) sebagai lambang kesedihan terhadap wafatnya Husain bin ‘Ali. Di Indonesia, upacara asyura juga dilakukan di berbagai daerah seperti di Bengkulu dan Padang Pariaman, Sumatera Barat, dalam bentuk arak-arakan tabut.
4.         Imamah (kepemimpinan)
Imamah adalah keyakinan bahwa setelah Nabi saw wafat harus ada pemimpin-pemimpin Islam yang melanjutkan misi atau risalah Nabi. Atau, dalam pengertian Ali Syari’ati, adalah kepemimpinan progresif dan revolusioner yang bertentangan dengan rezim-rezim politik lainnya guna membimbing manusia serta membangun masyarakat di atas fondasi yang benar dan kuat, yang bakal mengarahkan menuju kesadaran, pertumbuhan, dan kemandirian dalam mengambil keputusan. Dalam Syi’ah, kepemimpinan itu mencakup persoalan-persoalan keagamaan dan kemasyarakatan. Imam bagi mereka adalah pemimpin agama sekaligus pemimpin masyarakat. Pada umumnya, dalam Syi’ah, kecuali Syi’ah Zaidiyah, penentuan imam bukan berdasarkan kesepakatan atau pilihan umat, tetapi berdasarkan wasiat atau penunjukan oleh imam sebelumnya atau oleh Rasulullah langsung, yang lazim disebut nash.
5.         ‘Ishmah
Dari segi bahasa, ‘ishmah adalah bentuk mashdar dari kata ‘ashama yang berarti memelihara atau menjaga. ‘Ishmah ialah kepercayaan bahwa para imam itu, termasuk Nabi Muhammad, telah dijamin oleh Allah dari segala bentuk perbuatan salah atau lupa. Ali Syari’ati mendefinisikan ‘ishmah sebagai prinsip yang menyatakan bahwa pemimpin suatu komunitas atau masyarakat yakni, orang yang memegang kendali nasib di tangannya, orang yang diberi amanat kepemimpinan oleh orang banyak—mestilah bebas dari kejahatan dan kelemahan.
6.         Mahdawiyah
Berasal dari kata mahdi, yang berarti keyakinan akan datangnya seorang juru selamat pada akhir zaman yang akan menyelamatkan kehidupan manusia di muka bumi ini. Juru selamat itu disebut Imam Mahdi. Dalam Syi’ah, figur Imam Mahdi jelas sekali. Ia adalah salah seorang dari imam-imam yang mereka yakini. Syi’ah Itsna ‘Asyariyah, misalnya, memiliki keyakinan bahwa Muhammad bin Hasan al-Askari (Muhammad al-Muntazhar) adalah Imam Mahdi. Di samping itu, Imam Mahdi ini diyakini masih hidup sampai sekarang, hanya saja manusia biasa tidak dapat menjangkaunya, dan nanti di akhir zaman ia akan muncul kembali dengan membawa keadilan bagi seluruh masyarakat dunia
7.         Marja’iyyah atau Wilâyah al-Faqîh
Kata marja’iyyah berasal dari kata marja’ yang artinya tempat kembalinya sesuatu. Sedangkan kata wilâyah al-faqîh terdiri dari dua kata: wilâyah berarti kekuasaan atau kepemimpinan; dan faqîh berarti ahli fiqh atau ahli hukum Islam. Wilâyah al-faqîh mempunyai arti kekuasaan atau kepemimpinan para fuqaha.
8.         Raj’ah
Kata raj’ah berasal dari kata raja’a yang artinya pulang atau kembali. Raj’ah adalah keyakinan akan dihidupkannya kembali sejumlah hamba Allah swt yang paling saleh dan sejumlah hamba Allah yang paling durhaka untuk membuktikan kebesaran dan kekuasaan Allah swt di muka bumi, bersamaan dengan munculnya Imam Mahdi. Sementara Syaikh Abdul Mun’eim al-Nemr mendefinisikan raj’ah sebagai suatu prinsip atau akidah Syi’ah, yang maksudnya ialah bahwa sebagian manusiaakan dihidupkan kembali setelah mati karena itulah kehendak dan hikmat Allah, setelah itu dimatikan kembali. Kemudian di hari kebangkitan kembali bersama makhluk lain seluruhnya. Tujuan dari prinsip Syi’ah seperti ini adalah untuk memenuhi selera dan keinginan memerintah. Lalu kemudian untuk membalas dendam kepada orang-orang yang merebut kepemimpinan ‘Ali.
9.         Taqiyah
Dari segi bahasa, taqiyah berasal dari kata taqiya atau ittaqâ yang artinya takut. Taqiyah adalah sikap berhati-hati demi menjaga keselamatan jiwa karena khawatir akan bahaya yang dapat menimpa dirinya. Dalam kehati-hatian ini terkandung sikap penyembunyian identitas dan ketidakterusterangan. Perilaku taqiyah ini boleh dilakukan, bahkan hukumnya wajib dan merupakan salah satu dasar mazhab Syi’ah.
10.     Tawassul
Tawassul adalah memohon sesuatu kepada Allah dengan menyebut pribadi atau kedudukan seorang Nabi, imam atau bahkan seorang wali suaya doanya tersebut cepat dikabulkan Allah swt. Dalam Syi’ah, tawassul merupakan salah satu tradisi keagamaan yang sulit dipisahkan. Dapat dikatakan bahwa hampir setiap doa mereka selalu terselip unsur tawassul, tetapi biasanya tawassul dalam Syi’ah terbatas pada pribadi Nabi saw atau imam-imam dari Ahlulbait. Dalam doa-doa mereka selalu dijumpai ungkapan-ungkapan seperti “Yâ Fâthimah isyfa’î ‘indallâh” (wahai Fathimah, mohonkanlah syafaat bagiku kepada Allah).
11.     Tawallî dan tabarrî
Kata tawallî berasal dari kata tawallâ fulânan yang artinya mengangkat seseorang sebagai pemimpinnya. Adapun tabarrî berasal dari kata tabarra’a ‘an fulân yang artinya melepaskan diri atau menjauhkan diri dari seseorang. Kedua sikap ini dianut pemeluk-pemeluk Syi’ah berdasarkan beberapa ayat dan hadis yang mereka pahami sebagai perintah untuk tawallî kepada Ahlulbait dan tabarrî dari musuh-musuhnya. Misalnya, hadis Nabi mengenai ‘Ali bin Abi Thalib yang berbunyi: “Barangsiapa yang menganggap aku ini adalah pemimpinnya maka hendaklah ia menjadikan ‘Ali sebagai pemimpinnya. Ya Allah belalah orang yang membela Ali, binasakanlah orang yang menghina ‘Ali dan lindungilah orang yang melindungi ‘Ali.” (H.R. Ahmad bin Hanbal)

2.6 Study Kasus pada aliran syi’ah
Study kasus yang diambil untuk mengetahui ajaran atau alairan syi’ah yang ada pada masa modern ini khususnya dinegara Indonesia terdapat pada suku minangkabau di Sumatera Barat yang mnerangkan tentang “Desakralisasi Ritus Hoyak Hosen di Pariaman Sumatera Barat”. Hal ini bertujuan agar pembaca dan penulis mengetahui pengaplikasian aliran dan ajaran syi’ah yang dikembangkan pada zaman modern.
Islam pada permulaan sejarah pasca wafatnya Nabi Muhammad, dihadapkan pada masalah perpecahan (ukhuwah Islamiyah). Perpecahan ini disebabkan oleh persoalan siapa yang memimpin umat Islam yang mulai tumbuh itu. Naiknya Abu Bakar ra dan Umar ra sebagai amirul mukminin pada awalnya mampu meredam perpecahan lebih besar. Namun berturut-turut pembunuhan Utsman dan Ali yang menggantikan Umar tidak mampu membendung kekuatan fitnah-fitnah besar dalam masyarakat Muslim yang dinamis itu. Rembesan kegagalan komunitas Islam awal itu salah satunya adalah munculnya kelompok Syiah. Syiah awalnya adalah istilah yang netral. Ia berarti kelompok atau partai, seperti Syiatul Ali atau partai Ali. Namun ia kemudian berkembang menjadi istilah yang sarat ideologi ketika anggotanya mulai berpandangan orang Islam di luar kelompoknya adalah kafir.
Penyimpangan oleh gejala kafir- mengkafirkan ini kemudian menjadi lembaran hitam sejarah Islam dan mewarnai penyebarannya ke berbagai daerah di dunia, termasuk di Indonesia. Hari ini, Syiah di Indonesia dianggap kelompok sempalan atau bid’ah (heretical), dan pengganggu keamanan. Banyak buku-buku tentang Syiah di Indonesia dilarang, dan pengikutnya dianggap sesat. Sebagian besar ulama Sunni yang banyak diikuti oleh umat Islam di Indonesia menjelaskan sembilan persoalan mengapa Syiah dilarang dan ditentang penerapannya di Indonesia; yakni pemahaman kelompok ini terhadap al Quran, Sunnah dan Hadits, ijma, Rukun Islam dan Rukun Iman, imamah, Ahlul Bait, sahabat Nabi, at Taqiyah, dan nikah Muth’ah.
 Meski demikian, ada sebagian pendapat mazhab ini dipraktekan dalam kehidupan kaum Sunni di Indonesia, misalnya tidak sah talak jika tidak dipersaksikan oleh dua orang. Dalam konteks historis, tidak terlalu banyak data-data sejarah menyangkut kedatangan dan peran aliran Syiah di Indonesia. Dalam masyarakat Indonesia, Syiah merupakan salah satu dilema dalam kehidupan beragama. Di satu sisi ulama- ulama Syiah menjadi pionir bagi proses Islamisasi di berbagai daerah. Di sisi lain Syiah merupakan pemahaman keagamaan yang sulit ditelusuri dalam kehidupan keagamaan masyarakat Muslim Indonesia hari ini. Kini, warisan pemahaman Syiah, salah satunya, hanya dapat dilacak dalam tradisi masyarakat pantai barat Sumatra; masyarakat Pariaman.
Bagi komunitas Minangkabau, etnis yang menghuni sebagian besar wilayah Sumatera Barat, Pariaman dalam konteks penyebaran Islam merupakan wilayah awal datangnya agama ini. Tidak diketahui dengan pasti kapan Islam mulai masuk ke wilayah ini, tetapi Tome Pires dalam catatan perjalanannya melaporkan bahwa pada akhir abad ke-16, daerah Tiku Pariaman pendudukanya masih menyembah berhala Beberapa literatur menyebutkan Islam dibawa dan disebarkan ke Minangkabau pertama kali oleh Syaikh Burhanuddin al Ulakan Ia adalah murid dari Syaikh Abdurrauf al Singkili. Setamat belajar dari Syaikh Abdurrauf ia kembali ke Ulakan, salah satu nagari (village) di Pariaman untuk mengajarkan Islam ke masyarakat Minangkabau.
Data-data terkini dari perayaan Hoyak Hosen menunjukan keterputusan antara tradisi Syiah kelompok Syatariyyah dan perayaannya yang baru dimulai pada awal abad ke-19. Tradisi mengusung tabuik pertama kali dibawa dan dikembangkan oleh oleh tentara Sipahi (Sepooy) ketika Inggris menguasai pesisir barat Sumatra tahun 1825. Setelah Traktat London 17 Maret 1829 antara Inggris dan Belanda, wilayah pesisir barat Sumatera yang dikuasai Inggris diserahkan kepada Belanda dan sebagian prajurit Sepoy memilih tinggal di Pariaman.
Merekalah yang menganjurkan diadakannya perayaan Asyura dengan membuat Tabuik untuk mengenang kematian cucu Nabi Muhammad SAW tersebut. Anjuran ini tampaknya dapat diterima oleh masyarakat Syatariyyah di Pariaman. Penerimaan ini dapat dilakukan karena tarekat Syatariyyah, pasca gerakan Paderi, dan pembersihan oleh Kaum Muda tahun 1920-an, mengalami moderasi. Moderasi ini tumbuh seiring kesadaran tentang pentingnya menghormati ahli Bait. Selain itu, kalifah-kalifah Syatariyyah menyusun silsilah tarekat mereka dengan menempatkan imam-imam Syiah sebagai rujukan spiritual mereka. Titik temu lain, menurut Azra adalah tentang konsep insanul kamil (holistic human). Bagi komunitas Syatariyyah, konsep ini mereka wujudkan dalam pemahaman Martabat yang tujuh (tujuh tahap iluminasi absolute).
Sebelum kedatangan tentara Sipahi ke Pariaman, tidak banyak informasi dapat ditemukan atau ditelusuri berkaitan bagaimana masyarakat Syatariyyahnya memperingati hari kematian Hussein sebagai dasar utama dari ritual Syiah dalam perayaan Hoyak Hosen ini. bagaimana masyarakat. Atau bagaimana Syatarriyyah di Pariaman memperingati kematian Husein di Padang Karbala sebagai bagian dari identitas Syiah di masa lampau (masa Burhanuddin). Data sejarah penting sehubungan dengan perayaan ini adalah penelitian Kartomi (1986), Sabar (1992), Ernatip, dkk (2000 dan 2001), dan Rahmanelli (2007). Keempatnya lebih banyak menjabarkan perayaan The hoyak tabuik sebagai tradisi masyarakat Minangkabau, tanpa mengaitkannya dengan pemahaman keagamaan Syiah yang berkembang di daerah itu. Meski demikian, penelitian Sabar menarik untuk dilihat karena menjabarkan dinamika sejarah perayaan ini pada abad ke-20.
Perayaan Hoyak Hosen ini dilaksanakan guna mengenang kematian Husein dalam perang Karbela. Dikisahkan, peperangan ini terjadi ketika Husein berusaha menjadi kalifah universal (caliphate universal) yang direbut oleh Muawiyah bin Abi Sofyan dari tangan Ali bin Abi Thalib. Namun sebelum sampai ke tempat Muawiyah, di sebuah tempat bernama Karbela, ia dihadang prajurit Yazid yang kemudian membantainya dan para pengikutnya pada tanggal 10 Muharram.
Pembantaian Husein dan para pengikunya ini berkembang menjadi sebuah ekspresi keagamaan melawan tiranidari kelompok Syiah karena mereka percaya dari keturunan Ali bin Abi Thalib-lah yang semestinya menggantikan Nabi Muhammad sebagai pemimpin umat Islam. Semenjak itu, setiap tanggal 10 Muharram ini diperingatilah tragedi Karbela ini dengan perayaan Hoyak Hosen dalam bentuk pembuatan tabuik di Pariaman. Bentuk tabuik dirancang dengan penuh kepercayaan keagamaan yang kental dan indah, dan di sisinya terdapat sebuah kerangka burung yang dinama buraq yang disimbolkan sebagai kendaraan Husein ke surga .
Selama sepuluh hari masyarakat menyiapkan bentuk tabuik yang mereka namakan dengan daraga. Tepat pada tanggal 10 Muharram, setelah serangkaian perselisihan dua kampong pembuat tabuik diselesaikan, maka pada sore hari tabuik ini pun dibuang ke laut dan mengakhiri proses peringatan kematian Husesin. Secara garis besarnya, ada beberapa tahapan pelaksanaan perayaan Hoyak Hosen ini: barantam atau diskusi untuk membuat rencana kegiatan serta badan tabuik yang diadakan pada tanggal satu Muharram. Setelah diskusi rampung maka dilengkapi dengan prosesi maambiak tanah atau mengambil segumpal tanah, dengan menjaga kerahasiaan waktu yang tepat dan tempat di. Kerahasiaan ini sangat penting untuk menjaga supaya tidak ada sabotase dari pihak kampung sebelah. Kegiatan ini dipimpin oleh seorang pawang dengan sekitar seratus orang di setiap sisi sungai yang ditemani dengan iringan gendang tasa. Pengambilan tanah ini menyimbolkan pengambilan jenazah Hussein yang terbunuh di Padang Karbela. Setelah tanah itu diambil, kemudian dibawa ke daraga atau simbol dari kuburan Hussein dengan iringan riuh para pengantar.
Setelah daraga atau kerangka tabuik dibuat, maka prosesi hari berikutnya adalah memotong batang pisang dengan membawa sebilah pedang keramat yang dinamakan oleh penduduk, pedang jenawi. Beberapa batang pisang dijejerkan di sebuah tempat untuk kemudian ditebas dengan satu kali ayunan. Ketajaman pedang yang digunakan menyiratkan pada pengikut Hussein kekejaman algojonyo, sehingga massa kemudian bersorai dengan ekspresi kemarahan yang sangat.
Ekpsresi kemarahan ini kemudian dibawa ke tengah kota. Di jalan-jalan utama anggota rombongan berteriak histeris dan emosional sehingga pada satu titik dua keluarga tabuik, para pewaris perayaan, bertemu sehingga pertemuan ini pun melahirkan perkelahian massal. Meski perkelahian ini sifatnya bagian dari prosesi, namun tidak jarang para pelakunya melakukan dengan sungguh-sungguh. Bahkan salah satu penyebab dilarangnya perayaan hoyak hosen ini oleh Pemerintah Kolonial adalah potensinya untuk diarahkan sebagai bagian perlawanan terhadap mereka. Prosesi berlanjut sampai 10 Muharram dengan acara menebas batang pisang sebagai simbol kemarahan pada tentara Muawiyah, dan diakhir dengan dibuangnya tabuik ke laut.
Dari study kasus tradisi tanah Minangkabau di Sumatera Barat inilah  bentuk-bentuk penyebaran kelompok-kelompok syi’ah melalui budaya-budaya masyarakat dengan  mengait-ngaitkan budaya yang mereka lakukan dengan peristiwa pembunuhan Husain dan peristiwa awal muncunya aliran syi’ah dengan konflik yang terjadi dengan Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Masih banyak lagi kasus-kasus penyebaran Syi’ah yang terjadi pada zaman modern ini, seperti aliran syi’ah yang berkembang pada daerah Iran dan Amerika Serikat. Beberapa literature menyebutkan bahwasannya aliran teologi klasik yang masih berkembang dizaman modern ini adalah aliran Syi’ah dan ASWAJA. Aswaja merupakan aliran-aliran yang banyak dianut oleh pemeluk madzhab Islam terbesar didunia, sedangkan aliran syi’ah dianggap aliran yang sesat karena tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw dan ajaran yang ada pada Al Qur’anul karim yang merupaka kalam Allah Swt yang berupa wahyu.








BAB III
KESIMPULAN

Dari penjelasan yang dijelaskan pada bab pembahasan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai golongan syi’ah, yaitu antara lain sebagai berikut:
1.   Syi’ah menurut bahasa adalah pendukung atau pembela. Syi’ah Ali adalah pendukung atau pembela Ali. Syi’ah Mu’awiyah adalah pendukung Mu’awiyah. Pada zaman Abu Bakar, Umar dan Utsman kata Syi’ah dalam arti nama kelompok orang Islam belum dikenal. Kalau pada waktu pemilihan kholifah ke-tiga ada yang mendukung Ali, tetapi setelah ummat Islam memutuskan memilih Utsman bin Affan, maka orang-orang yang tadinya mendukung Ali, akhirnya berbai’at kepada Utsman termasuk Ali. Jadi, belum terbentuk secara faktual kelompok ummat Islam bernama Syi’ah.
2.   Pendapat mengenai awal mula lahirnya Syi’ah ada dua yaitu:
a.    Sebagian menganggap Syi’ah lahir langsung setelah wafatnya Nabi Muhammad saw, yaitu pada saat perebutan kekuasaan antara golongan Muhajirin dan Anshar di Balai Pertemuan Saqifah Bani Sa’idah. Pada saat itu muncul suara dari Bani Hasyim dan sejumlah kecil Muhajirin yang menuntut kekhalifahan bagi ‘Ali bin Abi Thalib. Sebagian yang lain menganggap Syi’ah lahir pada masa akhir kekhalifahan ‘Utsman bin ‘Affan atau pada masa awal kepemimpinan ‘Ali bin Abi Thalib.
b.   Pendapat yang paling populer adalah bahwa Syi’ah lahir setelah gagalnya perundingan antara pihak pasukan Khalifah ‘Ali dengan pihak pemberontak Mu’awiyah bin Abu Sufyan di Shiffin, yang lazim disebut sebagai peristiwa tahkîm atau arbitrasi. Akibat kegagalan itu, sejumlah pasukan ‘Ali memberontak terhadap kepemimpinannya dan keluar dari pasukan ‘Ali. Mereka ini disebut golongan Khawarij. Sebagian besar orang yang tetap setia terhadap khalifah disebut Syî’atu ‘Alî (pengikut ‘Ali).
3.   Terdapat banyak tokoh-tokoh pada golongan syi’ah hanya saja yang paling populer seperti ‘Ali bin Abi Thalib, Hasan bin ‘Ali, Husain bin ‘Ali, terdapat pula dua tokoh Ahlulbait yang mempunyai pengaruh dan andil yang besar dalam pengembangan paham Syi’ah, yaitu Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin dan Ja’far al-Shadiq.
4.   Terdapat 4 kelompok utama pada syi’ah yaitu kelompok Sabaiyyah, Tawwabun, Al kisaniyyah, Al Mughiriyyah.
5.   Terdapat 11 ajaran-ajaran yang dibawa oleh Syi’ah yaitu Ahlulbait, Al-Badâ’, Asyura, ‘Ishmah, Mahdawiyah, Marja’iyyah atau Wilâyah al-Faqîh, Raj’ah, Taqiyah, Tawassul, serta Tawallî dan tabarrî.

1 komentar:

  1. Silverwood - Teton WA - Titanium Walls
    Teton WA implant grade titanium earrings - titanium athletics Teton WA is a small village located in Teton, titanium white octane blueprint WA with thinkpad x1 titanium a small, high-rise in the heart of Teton. The structure has a total of titanium scrap price 775000 square meters,

    BalasHapus