Selasa, 30 Oktober 2012

analisis kualitatif dan kuantitatif


BAB II
DASAR TEORI

2.1  Analisis yang Dilakukan di PT. PINDAD (Persero)
Perusahaan yang bergerak di bidang apapun harus memilki spesifikasi atau standar terhadap bahan baku atau raw material dan bahan pendukung produksi yang akan digunakan selama produksi. Hal ini juga diterapkan di PT. PINDAD (Persero) ini, perusahaan melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap bahan baku atau raw material dan bahan pendukung produksi yang digunakan. Perusahaan ini melakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif terhadap bahan baku atau raw material dan bahan pendukung produksi.
2.1.1        Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif merupakan analisis untuk melakukan identifikasi elemen, spesies, dan atau senyawa-senyawa yang ada di dalam suatu sampel (Rohman, 2007). Analisa kualitatif merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mempelajari kimia dan unsur-unsur serta ion-ionnya dalam larutan. Dalam metode analisis kualitatif menggunakan beberapa pereaksi, Pereaksi ini dilakukan untuk mengetahui jenis anion/kation suatu larutan (Mulyono, 2005). Analisis kualitatif ini ada beberapa jenis diantaranya:
2.1.1.1  Analisis Kualitatif Anion
Analisis jenis ini dimulai dengan uji pendahuluan untuk mendapatkan gambaran ada tidaknya anion tertentu atau kelompok anion yang memiliki sifat yang sama. Selanjutnya diikuti dengan proses analisis yang merupakan uji spesifik dari anion tertentu. Pada umumnya uji spesifik anion hanya peka terhadap anion tertentu tidak peka untuk anion yang lainnya. Hanya bila terjadi interferensi atau gangguan dalam suatu analisis anion oleh anion lain maka diperlukan langkah awal proses pemisahan. Beberapa uji pendahuluan dan uji identifikasi atau  uji spesifik dapat dilakukan dalam fasa padatan, tetapi untuk memperoleh validitas pengujian yang tinggi biasanya dilakukan dalam keadaan larutan. Jika zat yang tidak diketahui tidak larut dalam air, harus dilakukan perlakuan tertentu dengan pereaksi kimia agar menjadi larut. Beberapa anion tidak stabil dalam larutan asam, atau bereaksi satu sama lain dalam suasana asam. Bila terjadi hal ini maka analisis anion dapat dilakukan dalam suasana basa (Ibnu, 2005).
Anion-anion dapat terbagi menjadi dua golongan, yaitu (Pooling, 1985).Pertama, anion yang menghasilkan gas bila direaksikan dengan HCl encer, yaitu karbonat, bikarbonat, silfida, sulfit, tiosulfat, nitrit dan sianida. Kedua, anion yang tidak menghasilkan gas bila direaksikan dengan HCl encer, yaitu klorida, bromida, iodida, nitrat, sulfat, fosfat, fosfit, hipofosfit, arsenit, arsenat, kromat, bikromat dan anion dari asam organik.
Analisis kualitatif anion ini antara lain untuk mengetahui ion-ion seperti berikut:
2.1.1.1.1        Analisis Ion Nitrat (NO3-)
Untuk mengidentifikasi adanya ion nitrat (NO3-) dalam sampel dapat dilakukan dengan menambahkan larutan FeSO4 encer ke dalam larutan sampel yang telah diasamkan dengan H2SO4 encer. Kemudian dengan hati-hati ditambahkan H2SO4 pekat dalam keadaan dingin. Jika setelah berapa menit terbentuk cincin coklat, menunjukkan adanya ion nitrat dalam larutan sampel (Ibnu, 2005).
Pada analisis kualitatif untuk uji aniaon nitrat (NO3-) dapat dilakukan dengan car sebagai berikut (Pooling, 1985):
a.         Sampel + asam sulfat pekat dengan garam nitrat padat dapat menghasilkan uap HNO3 dan uap NO2 yang berwarna coklat teristimewa bila dipanaskan. Reaksinya sebagai berikut:

2NaNO3 + H2SO4             Na2SO4 + HNO3                                 (2.1)
4HNO3                              2H2O + 4NO2 + O2                             (2.2)

b.        Sampel + ferosulfat dalam lingkungan H2SO4 pekat menghasilkan cincin coklat. Reaksinya sebagai berikut:

2NaNO3 + H2SO4             Na2SO4 + HNO3                                 (2.3)
6FeSO4 + 2HNO3 + 3H2SO4        3Fe2(SO4)3 + 4H2O + 2NO     (2.4)
FeSO4 + NOFe                 (NO)SO4                                             (2.5)

2.1.1.1.2        Analisis Ion Sulfat (SO42-)
Untuk mengetahui adanya ion sulfat (SO42-) dalam sampel dapat dilakukan dengan menambahkan larutan BaCl2 dalam suasana asam pada larutan sampel. Pembentukan endapan putih barium sulfat (BaSO4) menunjukkan adanya ion sulfat dalam larutan sampel (Ibnu, 2005).
Pada uji kualitatif untuk anion SO42- dapat dilakukan dengan cara (Pooling, 1985), sampel + barium klorida + asam klorida encer akan menhasilkan endapan putih yang sukar larut dalam asam encer. Sampel yang akan dianalisis ini sebelumnya ditambahkan dengan asam klorida encer kemudian barulah ditambahkan barium klorida dan akan menghasilkan endapan putih yang berupa BaSO4. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:

Na2SO4 + BaCl2                BaSO4 + NaCl                                                (2.6)

2.1.1.1.3        Analisisi Ion Klorin (Cl-)
Ion klorida yang dianalisis ini merupakan ion klorida yang larut dalam AgCl. Endapan perak klorida, AgCl, yang seperti dadih dan putih. Ia tidak larut dalam air dan dalam asam nitrat encer, tetapi larut dalam larutan amonia encer dan dalam larutan-larutan kalium sianida dan tiosulfat (Svehla, 1985).

Cl- + Ag+               AgCl                                                               (2.7)
AgCl + 2NH3                    [Ag(NH3)2]+ + Cl-                               (2.8)
[Ag(NH3)2]+ + Cl- + 2H+               AgCl + 2NH4+                                    (2.9)

Dari keterangan di atas bahwa untuk mengetahui adanya anion Cl- pada suatu sampel yaitu dengan cara sampel yang akan dianalisis, ditambahkan dengan Ag nitrat encer kemudian ditambah dengan asam nitrat encer. Asam nitrat dalam analaisis klorida ini selain untuk memberikan suasana asam juga berfungsi untuk menetralkan kelebihan amonia, karena dari reaksi di atas dihasilkan amonia. Amonia yang berlebih dapat menggangu amalisa yaitu dapat melarutkan perak klorida. Jika sampel yang dianalisis terdapat endapan putih , maka di dalam sampeltersebut terdapat ion Cl-. Ion Cl- ini berikatan dengan Ag+ membentuk AgCl. Ion kompleks hanya sedikit mengalami penguraian menghasilkan Ag+ dan NH3 sehingga hasil kali [Ag+][ Cl-] > ksp. Oleh karena itu, endapan akan larut. Sifat dari AgCl dapat larut dalam asam nitrat encer tetapi tidak mudah larut dalam amonia.

2.1.1.2  Analisis Kualitatif Kation
Untuk analisis kualitif jenis ini, sistematika kation diklasifikasikan dalam liam golongan berdasarkan sifat-sifat kation itu terhadap beberapa reagensia. Dengan cara ini kita dapat mentapkan ada atau tidaknya golongan-golangan kation, dan dapat juga memisahkan golongan-golongan ini untuk pemeriksaan lebih lanjut. Reagensia yang dipakai untuk klasifikasi yang umum adalah asam klorida, hidrogen sulfida, ammonium sulfida, dan ammonium karbonat.Klasifikasi ini didasarkan atas apakah suatu kation bereaksi dengan reagensia-reagensia ini dengan membentuk endapan atau tidak. Jadi boleh dikatakan pengklasifikasian kation yang paling umum ini didasarkan atas perbedaan kelarutan dari klorida, sulfida ,dan karbonat dari kation tersebut (Svehla, 1985).
Kelima golongan kation dan ciri-ciri khas golongan-golongan ini adalah sebagia berikut (Svehla,1985):
2.1.1.2.1        Golongan 1
Kation golongan ini membentuk endapan dengan asam klorida encer.Ion golongan ini adalah timbel, merkurium (I) raksa, dan perak.

2.1.1.2.2        Golongan 2
Kation golongan ini tidak bereaksi dengan asam klorida, tetapi menbentuk endapan dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral encer. Contoh ion golongan ini adalah merkurium(II), tembaga, bismuth, kadmium, arsenik(IV), dan lain sebagainya.

2.1.1.2.3        Golongan 3
Kation golongan ini tidak bereaksi dengan asam klorida ataupun dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral encer. Namun, kation ini membentuk endapan dengan ammonium sulfida dalam suasana netral atau amoniakalcontoh dari kation golongan ini adalah kobalt(II), nikel(II), besi(II), dan masih banyak yang lainnya.

2.1.1.2.4        Golongan 4
Kation golongan ini tidak bereaksi dengan reagensia golongan 1,2 ,dan 3. Kation-kation ini akan membentuk endapan dengan ammonium karbonat dengan adanya ammonium klorida dalam suasana netral atau sedikit asam. Cantoh kation golongan ini adalah kalsium, strosium dan barium.

2.1.1.2.5        Golongan 5
Kation golongan ini tidak bereaksi dengan reagensia pada golongan sebelumnya.Contoh dari kation ini adalah hidrogen, natrium, kalium, magnesium, dan litium.

2.1.2        Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif adalah analisis untuk menentukan jumlah (kadar) absolut atau relatif dari suatu elemen atau spesies yang ada di dalam sampel (Rohman, 2007). Analisis kualitatif memiliki dua jenis metode antara lain:
2.1.2.1  Metode Titrimetri
Metode titrimetri merupakan cara analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia dalam setiap metode titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen analit dengan zat pendeteksi yang disebut titran (Ibnu, 2005). Dalam titrasi, analit direaksikan dengan suatu bahan lain yang telah diketahui atau dapat diketahui jumlah konsentrasinya dengan tepat melalui perhitungan. Bila bahan tersebut berupa larutan, maka konsentrasi harus diketahui, larutan demikian dinamakana “larutan baku”. Dalam titrasi, konsentrasi larutan baku harus diketahui sampai empat desimal (Ibnu, 2005).
Pada saat titran yang ditambahkan telah ekuivalen, maka penambahan titran harus dihentikan, pada saat ini dinamakan “titik akhir’ titrasi. Pencapaian titik ekuivalen umumnya ditandai oleh perubahan zat tertentu yang sengaja dimasukkan ke dalam larutan analit yang dikenala sebagia indikator. Perubahan indikator ini terjadi bila semua analit telah bereaksi dengan titran (Khopkar, 1983).
Ada sejumlah zat yang disebut indikator penetral atau indikator asam basa, yang memiliki warna yang berbeda yang bergantung pada konsentrasi ion hidrogen dari larutan. Ciri-ciri khas indikator ini adalah bahwa perubahan dari warna yang dominan “asam” menjadi warna dominan “basa” tidaklah mendadak dan sekaligus, tetapi berjalan di dalam suatu interval pH yang dinamakan selang perubahan warna indikator. Kedudukan selang perubahan warna-warna pada skala pH berbeda-beda. Maka, untuk kebanyakan titrasi asam basa menggunakan indikator dengan selang perubahan warna yang dekat dengan pH pada titik ekuivalen (Svehla, 1994).

2.1.2.2  Metode Gravimetri
Metode gravimetri merupakan metode analisis kuantitatif berdasarkan berat konstan dan dengan penimbangan. Banyaknya komponen yang akan di analisis ditentukan dari hubungan antara berat sampel yang akan di anaisis, masa atom relatif, masa molekul relatif dan berat endapan hasil reaksi. Bagian terbesar analisis gravimetri menyangkut perubahan unsur atau gugus dari senyawa yang di analisis menjadi senyawa lain yang murni dan stabil, sehingga dapat diketahui berat tetapannya. Berat unsur atau gugus yang dianalaisis selanjutnya dihitung dari rumus senyawa serta masa atom penyusunnya (Underwood, 2002).
Dalam analisis gravimetri endapan yang dihasilkan ditimbang dan dibandingkan dengan berat sampel. Prosentase berat analit A terhadap sampel dinyatakan dengan persamaan berikut (Ibnu, 2005):

                                                   (2.10)

Untuk menetapkan berat analitik dari berat endapan sering dihitung melalui faktor gravimetri. Faktor gravimetri didefinisikan sebagai jumlah berat analitik dalam 1 gram endapan. Hasil kali berat endapan dengan faktor gravimetri sama dengan berat analitik. Faktor gravimetri dapat dihitung apabila rumus kimia analitik dari endapan diketahui dengan tepat (Ibnu, 2005):

                     (2.11)

Tentu saja kita tidak perlu menggunakan konsep faktor gravimetri dalam menghitung presentase analit dalam suatu sampel. Jika konsep tersebut digunakan, dua hal penting harus diperhatikan. Pertama, berat molekul (atau atom) dari analit tersebut berada pada pembilang; berat zat yang ditimbang pada pembagi. Kedua, jumlah molekul atau atom dalam pembilang dan pembagi harus ekivalen secara kimia. Dengan demikian faktor gravimetri untuk Fe dalam Fe2O3 umumnya ditulis 2Fe/ Fe2O3, dimana Fe berarti berat atom besi, dan Fe2O3 berarti berat molekul besi (III) oksida. Contoh lainnya Fe dalam Fe3O4 adalah Fe/ Fe3O4,MgO dalam Mg2P2O7 adalah 2MgO/ Mg2P2O7 (Underwood, 2002).
Untuk menganalisis sebuah contoh dengan kemurnian yang tidak diketahui, analis menimbang secara akurat seporsi sampel, melarutkannya dengan baik, dan mentitrasinya dengan larutan standar. Jika reaksi titrasi adalah sebagai berikut (Underwood, 2002):

aA + tT                     produk                                                             (2.12)

dimana a molekul analit, A, bereaksi dengan t molekul titran, T, maka pada titik ekivalen (Underwood, 202):

t x mmol A = a x mmol T                                                                 (2.13)
mmol A = a/t x mmol T                                                                    (2.14)

Jika V dan M mewakili volume (mL) dan molaritas (mmol/ mL) titran, dan BMA adalah berat molekul dari analit, maka (Underwood, 202):

mmol A = a/t x V x M                                                                      (2.15)
mg A = a/t x V x M x BMA                                                                                   (2.16)

Presentase berat dari A adalah

                                                                     (2.17)
                                                        (2.18)

Sedangkan perhitungan mneggunakan presentase kemurnian dengan menggunakan normalitas (Underwood, 202):

                                        (2.19)

Berat gram ekivalen (yang biasa disingkat berat ekivalen, BE) dari sebuah asam atau basa didefinisikan sebagai berat yang diperlukan dalam gram untuk melengkapi atau bereaksi dengan 1 mol H+ (1,008 gram). BE dari substansi tersebut dinamakan ekivalen (eq), sama seperti BE yang dinamakan mol. Perhatikan reaksi-reaksi asam-basa berikut, semua ditulis secara molekular (Underwood, 202):

HCl + NaOH                                    NaCl + H2O                                        (2.20)
H2SO4 + 2NaOH                  Na2SO4 + 2H2O                                  (2.21)
2HCl + Ca(OH)2                         CaSO4 + 2H2O                                    (2.22)
H2SO4 + Ca(OH)2                      CaSO4 + 2H2O            `                       (2.23)

Dapat dilihat bahwa 1 mol H2SO4 bereaksi dengan mol NaOH dua kali lebih banyak dibandingkan dengan 1 mol HCl, dan 1 mol Ca(OH)2 bereaksi dengan HCl dua kali lebih banyak dibandingkan 1 mol NaOH. Kemudian ½ mol H2SO4 dan 1 mol Ca(OH)2 masing-masing ekivalen secara kimiawi dengan 1 mol HCl dan 1 mol NaOH. Mereka juga ekivalen satu sama lain seperti yang digambarkan pada rekasi terakhir (Underwood, 2002). Untuk reaksi 2.21 akan menjadi:

2 x mol H2SO4 = mol NaOH                                                                        (2.24)
BE dari H2SO4 adalah setengah BM, atau 98,07/ 2 = 49,04 g/eq

2.1.3        Analisis pH
Power of Hydrogen atau yang sering disingkat dengan pH, merupakan suatu ukuran yang menyatakan keasaman atau kebasaan suatu larutan atau bahan.pH ini didefinisikan sebagai pH= -log [H+], dimana tanda [] menyatakan konsentrasi larutan atau bahan dalam mol/L. Ukuran atau rentang pH adalah antara 1-14, dimana pH<7 larutan atau bahan memiliki sifat asam, pH=7 larutan atau bahan memiliki sifat netral, dan pH>7 larutan atau bahan memiliki sifat basa (Mulyono, 2005).
pH larutan dapat diukur diukur dengan beberapa cara. Secara kualitatif pH dapat diperkirakan dengan kertas lakmus (litmus) atau suatu indikator (kertas indikator pH). Secara kuantitatif pengukuran pH dapat digunakan elektroda potensiometrik. Elektroda ini memonitor perubahan voltase yang disebabkan oleh perubahan aktifitas ion hidrogen (H+) dalam larutan (Rahayu, 2009). Ada banyak jenis  indikator yang bisa digunakan dalam pengukuran pH (Svehla, 1994).

2.1.4        Berat Jenis
Berat jenis sebuah benda adalah massa benda tersebut tiap satu satuan volume yang dapat dinyatakan dengan:


                                                                                       (2.25)

dalam hal ini,  adalah berat jenis benda (Kgm-3), m adalah massa benda (Kg), dan v adalah volume (m-3). Berdasarkan element rapat massa pervolume ada benda yang homogen dan heterogen. Secara umum kita akan menggunakan massa jenis rata-rata yang menggambarkan jumlah massa total benda dibagi dengan jumlah volume total benda. Dalam menentukan berat jenis suatu benda akan menerapkan Hukum Archimedes: setiap benda yang tercelup sebagian atau seleruhnya ke dalam fluida, akan mendapatkan gaya ke atas sebesar berat fluida yang dipindahkan oleh benda itu. Sehungga kita dapat membandingkan harga massa jenis yang dihitung secara konvensional (hitung massa dan volume) dan dengan menerapkan hukum Archimedes (Hallyday, 1978).
Alat-alat yang dapat digunakan untuk menentukan berat jenis antara lain (Tipler, 1991):
a.        Piknometer
Piknometer digunakan untuk mengukur berat jenis suatu zat cair dan zat padat, kapasitas volumenya antara 10 mL-25 mL, bagian tutup mempunyai lubang berbentuk saluran kecil. Pengukuran harus dilakukan pada suhu tetap. Volume zat cair selalu sama dengan volume piknometer.

b.        Neraca Hidrostatik
Neraca Hidrostatik digunakan untuk mengukur berat jenis zat padat dan zat cair. Zat padat digantungkan pada piring yang pendek supaya neraca ditimbang pada piring yang panjang diletakkan anak timbangan.

c.         Neraca Reimenn
Neraca Reimenn untuk menentukan bobot jenis zat cair, neraca reimenn hanya mempunyai satu piring saja, dimana benda digantungkan sedangkan kesetimbangan diatur denganbenda G digeser kekiri/kekanan jika benda celup dalam zat cair yang dicari berat jenisnya. Supaya neraca setimbang, pada piring harus diberi anak timbangan B gram.
d.        Neraca Mohr
Neraca Mohr (Westphal) digunakan untuk mengukur jenis zat cair, terdiri atas luas dengan 10 buah lefufu ke 10 tergantung sebuah benda C tersebut dari gelas/kaca.

e.         Aerometer
Aerometer adalah alat untuk menentukan atau mengetahui berat jenis zat cair. Alat ini berbentuk silinder mengerucut pada ujungnya dan terdapat skala pada dinding luarnya. Alat ini biasanya terbuat dari gelas atau kaca.

2.1.5        Destilasi
Destilasi merupakan metode pemisahan yang berdasarkan pada perbedaan titik didih cairan pada tekanan tertentu. Pemisahan dengan destilasi melibatkan penguapan diferensial dari suatu campuran cairan diikuti dengan penampungan material yang menguap dengan cara pendinginan dan pengembunan (Soebagio, 2003).
Pemisahan dengan destilasi berbeda dengan pemisahan dengancara penguapan. Pada destilasi semua komponen yang terdapat di dalam campuran bersifat mudah menguap (volatil). Tingkat penguapan masing-masing komponen berbeda-beda pada suhu yang sama. Hal ini akan berakibat bahwa pada suhu tertentu uap yang akan dihasilkan dari suatu campuran cairan akan lebih banyak mengandung komponen yang lebih volatil. Sifat demikian ini akan terjadi sebaliknya, yakni pada suhu tertentu fasa cairan akan lebih banyak mengandung komponen yang kurang volatil. Jadi cairan yang setimbang dengan uapnya pada suhu tetentu memiliki komposisi yang berbeda. Pada pemisahan dengan cara penguapan komponen volatil dipisahkan dari komponen yang non volatil, karena proses pemanasan (Soebagio, 2003).













Gambar 2.1 Serangkaian alat destilasi sederhana

Macam-macam destilasi (Haryanto, 2009):
a.        Destilasi Sederhana
Biasanya destilasi jenis ini digunakan untuk memisahkan zat cair yang titik didihnya rendah, atau memisahkan zat cair dengan zat padat atau minyak. Proses ini dilakukan dengan mengalirkan uap zat cair tersebut melalui kondensor lalu hasilnya ditampung dalam suatu wadah, namun hasilnya tidak benar-benar murni atau bisa dikatakan tidak murni karena hanya bersifat memisahkan zat cair yang titik didihnya rendah atau zat cair dengan zat padat atau minyak.

b.        Destilasi Bertingkat (fraksional)
Proses ini digunakan untuk komponen yang memiliki titik didih yang berdekatan. Pada dasarnya sama dengan destilasi sederhana, hanya saja memiliki kondensor yang lebih banyak sehingga mampu memisahkan dua komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang berdekatan. Pada proses ini akan didapatkan komponen kimia yang lebih murni, karena melewati kondensor yang banyak.

c.         Destilasi Azeotrop
Digunakan untuk memisahkan campuran azeotrop (campuran dua atau lebih komponen yang sulit dipisahkan), biasanya dalam prosesnya digunakan senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tersebut atau dengan menggunakan tekanan tinggi.

d.        Destilasi Vakum (destilasi tekanan rendah)
Destilasi inidigunakan untuk zat yang tidak tahan suhu tinggi atau bisa rusak pada pemanasan tinggi. Sehingga dengan menurunkan tekanan maka titik didih juga akan menurun, maka destilasi yang tadinya dilakukan pada suhu yang tinggi tetap dapat dilakukan pada suhu yang rendah dengan menurunkan tekanan.

e.         Refluks/destruksi
Refluks/destruksi bisa dimasukkan dalam macam-macam destilasi walau pada prinsipnya agak berlainan. Refluks dilakukan untuk mempercepat reaksi dengan jalan pemanasan tetapi tidak akan mengurangi jumlah campuran zat yang ada. Dimana pada umumnya reaksi-reaksi senyawa organik adalah “lambat” maka campuran reaksi perlu dipanaskan tetapi biasanya pemanasan akan menyebabkan penguapan baik pereaksi ataupun hasil reaksi. Karena itu agar campuran tersebut reaksinya berjalan cepat, dengan jumlah pemanasan tetap jumlahnya tetap reaksinya maka dilakukan refluks.

f.         Destilasi Kering
Prinsip dari destilasi jenis ini yaitu memanaskan material padat untuk mendapatkan fasa uap dan cairnya. Contohnya untuk mengambil cairan bahan bakar dari kayu atau batu bara. Proses destilasi didahului dengan penguapan senyawa cair dengan pemanasan, dilanjutkan dengan pengembunan uap yang terbentuk dan ditampung dalam wadah yang terpisah untuk mendapatkan destilat.
Dasar proses destilasi adalah kesetimbangan senyawa volatilantara fasa cair dan fasa uap. Bila zat non volatil dilarutkan kedalam suatu zat cair, maka tekanan uap zat cair tersebut akan turun. Pada larutan yang mengandung dua komponen volatil yang dapat bercampur sempurna, maka tekanan uap masing-masing komponen akan turun. Hukum Roult menyatakan bahwa tekanan uap masing-masing komponen berbanding langsung dengan fraksi molnya (Soebagio, 2003):

PA=XAP0A dan PB=XBP0B                                                        (2.26)
Pt=PA + PB= XAP0A + XBP0B

2.1.6        Asam dan Basa Keras
Tahun 1960 R.G Pearson mengusulkan bahwa asam basa lewis dapat diklasifikasikan sebagai asam basa lunak (soft) atau keras (hard). Asam basa lunak adalah asam basa yang elektron-elektron valensinya mudah terpolarisasi atau terlepaskan, sedangkan asam basa keras adalah asam basa yang tidak mempunyai elektron valensi dan sukar terpolarisasi. Dengan kata lain, asam basa lunak mempunyai siafat terpolarisai tinggi dan asam basa keras mempunyai sifat terpolarisai rendah. Konsep ini kemudian dikenal dengan nama HSAB yang singkatan dari “hard soft acid and base” (asam basa keras dan lunak) atau yang biasa dikenal sebagai asam basa pearson (Cool, 2009).
Asam dan basa keras cenderung mempunyai atom yang kecil/radius ionik, oksidasi tinggi, kepolaran rendah, dan keelektronegatifan tinggi. Sedangkan asam basa lunak cenderung mempunyai atom yang besar/radius ionik, oksidasi rendah, dan keelektronegatifan rendah. Asam basa keras biasanya membentuk ikatan ionik, sedangkan asam basa lunak membentuk ikatan kovalen. Kekerasan suatu asam basa diukur untuk mengetahui kecenderungan terjadinya perubahan formasi atau bentuk (Cool, 2009).

Tabel 2.1 Asam basa keras dan lunak (Saito, 2009)






2.1.7        Viskositas
Viskositas atau kekentalan merupakan sifat suatu cairan atau gas (fluida) yang berhubungan dengan hambatan alir gas atau cairan itu sendiri sebagai akibat adanya gaya-gaya antar partikelnya yang mengalir (Mulyono, 2005).
Viskositas diukur dengan beberapa cara. Waktu yang diperlukan oleh larutan untuk melewati pipa kapiler dicatat dan dibandingkan dengan sampel standart. Salah satu kerumitan dalam pengukuran intensitas adalah dalam beberapa kasus ternyata fluida non-nemtonian yaitu viskositasnya berubah saat laju aliran bertambah. Penambahan laju aliran dengan bertambahnya laju aliran menunjukkan adanya molekul seperti batang panjang yang terorientasi oleh aliran tersebut, sehingga saling meluncur melewati satu sama lain dengan lebih bebas sehingga panjangnya terputus-putus, ini membawa konsekwensi lebih lanjut pada viskositas (Atkins, 1996).

2.2    Aquades
Dari istilah latin; aquadestilata yang berarti air suling; air yang diperoleh dari pengembunan uap air akibat penguapan atau pendidihan air (Mulyono, 2005).

2.3    Etanol
Senyawa alkohol yang memiliki rumus kimia C2H5OH.Zat cair jernih tidak berwarna, berbau khas, mudah terbakar,dan mudah bercampur dengan air.Digunakan sebagai antiseptik, bahan minuman keras, dan sebagai bahan bakar. T.l. -117 C, t.d. -102 C, dan d 0,61 (Mulyono, 2005).

2.4    Metanol
Senyawa monoalkohol paling sederhana dengan rumus kimia (CH3OH).Zat ini berbentuk cairan tidak berwarna atau bening, mudah terbakar, dan bersifat racun. Metanol ini digunakan sebagai pelarut, zat anti beku, dan digunakan sebagai bahan baku untuk industri kimia. T.l. -98 C, t.d. 64 C dan d 0,79 (Mulyono, 2005).

2.5    Aluminium
Aluminium merupakan unsur logam yang berwarna abu-abu mengkilat, dan kurang kuat tetapi ringan.Logam ini reaktif dan segera bereaksi dengan oksigen di udara membentuk lapisan oksidanya yang membungkus badan logam sehingga menghalangi oksidasi selanjutnya dan logam ini menjadi tahan karat. Campurannya dengan logam-logam seperti Mn, Ni, Cu, Zn dan Si membentuk alloy yang ringan dengan kegunaan yang luas. Oksidanya sebagai alumina yang ditemukan di alam antara lain berupa mirah delima, safir, korundum, dan emeri digunakan dalam pembuatan gelas dan bahan tahan panas (Mulyono, 2005).

2.6    Asam Asetat
Asam ini termasuk ke dalam golongan asam karboksilat dengan rumus kimia CH3COOH.Zat cair tidak berwarna dengan bau yang khas menusuk hidung. Dapat diperoleh di pasaran dengan kadar 99%-100%, dan sebagai biang cuka dengan kadar 80%. Kegunaan asam asetat ini cukup luas, antara lain untuk pemberi rasa pada makanan, pewarna kain pada industri tekstil, pengawet sayuran ,dan sebagai penggupal getah karet (Mulyono, 2005).

2.7    Oli
Pelumas atau oli merupakan cairan kental yang berfungsi sebagai pelicin, pelindung, dan pembersih bagi bagian dalam mesin.Kode pengenal dari oli berupa huruf SAE yang merupakan singkatan dari Society of Automotive Engineers.Selanjutnya angka yang mengikuti di belakangnya, menunjukkan tingkat kekentalan dari oli tersebut.SAE 40 atau SAE 15W-50, semakin besar angka yang mengikuti kode oli menandakan semakin kentalnya oli tersebut.sedangkan huruf yang terdapat di belakang angka di awal , merupakan singkatan dari winter. SAE 150W-50, berarti oli tersebut memiliki kekentalan SAE 10 untuk kondisi suhu dingin dan SAE 50 pada kondisi suhu panas. Dengan kondisi seperti ini, oli akan memberikan perlindungan optimal saat mesin pertama dinyalakan meskipun pada kondisi ekstrim sekalipun. Sementara itu dalam kondisi panas normal, idealnya oli akan bekerja pada kisaran angka 40-50 menurut standar SAE.
Ada dua jenis oli yang dikenal, antara lain:
2.7.1        Oli Mineral
Oli jenis ini berbahan bakar oli dasar (crude oil) yang diambil dari minyak bumi yang telah diolah dan disempurnakan. Beberapa para pakar mesin menyarankan untuk tidak langsung menggati pemakaian oli mineral dengan oli sintetis secara langsung apabila telah digunakan selama bertahun-tahun, karena oli sintetis umunya akan mengkikis deposit yang ditinggalkan oli mineral pada mesin sehingga deposit tadi terangkat dari tempatnya dan mengalir ke dalam cela-celah mesin dan akan menggangu performa dari mesin itu sendiri.

2.7.2        Oli Sintetis
Oli jenis ini terdiri dari Polyalphaolifins yang datang dari bagian terbersih dari pemilihan oli mineral yaitu gas.Senyawa ini kemudian dicampur dengan oli mineral. Basis yang paling stabil adalah polyol-ester, yang paling sedikit bereaksi apabila dicampur dengan bahan yang lain. Oli sintesis cenderung tidak mengandung bahan karbon aktif, senyawa yang sangat tidak bagus untuk oli karena cenderung bergabung dengan oksigen sehingga menghasilkan asam. Pada dasarnya, oli sintetis didesain untuk menghasilkan kinerja yang lebih efektif daripada oli mineral.

2.8    Ammonium Nitrat
Amonium nitrat memiliki rumus kimia NH4NO3, merupakan padatan berwarna putih berupa kristal yang mudah menyerap air (higroskopis). Sebagian besar produk dari amonium nitrat digunakan dalam bahan peledak dan sebagian kecil digunakan dalam campuran pupuk dan pembius.

2.9    Asam Sulfat
Asam anorganik dengan rumus H2SO4; zat cair kental menyerupai minyak, tak berwarna, higroskopis, dalam larutannya (air) bersifat asam kuat, dalam keadaan pekat bersifat oksidator, dan bersifat dapat mengikat air (sebagai zat pendehidrasi).Asam sulfat merupakan bahan yang sangat penting karena kegunaannya yang luas seperti untuk industri pupuk, cat, rayon, bahan peledak, dan untuk berbagai produk lainnya serta untuk pemurnian minyak bumi di samping digunakan untuk air aki. T.l. 10 °C; t.d. 315-338 °C; d 1,8 (Mulyono, 2005).

2.10Barium Klorida
Garam anorganik dengan rumus kimia BaCl2.2H20, tidak berwarna, bersifat racun, dan mudah larut dalam air. Digunakan sebagai zat aditif untuk minyak pelumas. T.l. 960 °C, d 3.1 (Mulyono, 2005).

2.11 Indikator Metil Orange
Indikator ini banyak digunakan dan merupakan basa berwarna kuning dalam bentuk molekulnya. Penambahan proton menghasilkan kation yang berwarna merah muda, rentang indikator ini dari pH 3,1 sampai 4,4 (Underwood, 2002).

2.12 Indikator Phenolptalien
Senyawa ini memiliki rumus molekul C20H14O4, padatan kristal, tidak berwarna, larut alkohol. Digunakan sebagai indikator asam basa. Indikator ini merupakan asam diprotik, indikator ini terurai terlebih dahulu menjadi bentuk tidak berwarnanya dan dengan hilangnya proton kedua, menjadi ion dengan sistem terkonjugasi mengahsilkan warna merah. Perubahan pH minimum yang dibutuhkan phenolptalien untuk perubahan warna adalah dari pH 8,0 sampai 9,6 (Underwood, 2002).

2.13 Indikator Universal
Indikator yang dapat menunjukkan sifat atau derajat keasaman atau kebasaan suatu senyawa. Indikator ini banyak jenisnya antara lain: lakmus, phenolptalien, metil-orange, metil-jingga dan seterusnya (Mulyono, 2005).


2.14 Natrium Hidroksida
Senyawa basa dengan rumus kimia NaOH, padatan berwarna putih, bersifat higroskopis, larut dalam air (membentuk larutan basa kuat), dan sangat korosif terhadap jaringan. Digunakan dalam pembuatan rayon, kertas, detergen dan untuk menghilanhkan cat. T.l. 318 °C, t.d. 1390 °C, d. 2,1 (Mulyono, 2005).

2.15Perak Nitrat
Garam perak yang mempunyai rumus kimia AgNO3, padatan kristal tidak bewarna dan mudah larut dalam air (Mulyono, 2005). Senyawa ini berasa pahit, bahan pengoksida yang kuat, beracun, dapat mengakibatkan iritasi pada kulit dan sedikit larut dalam eter. Perak nitrat digunakan dalam pembuatan gelas, cermin, dan larutan fotografi (Basri, 2005).

2.16 Resorsinol
Resorsinol merupakan senyawa difenol yang memiliki daya antiseptik tiga kali lebih lemah dibandingkan fenol (koefisien fenol = 0,4 untuk Eberthella typhosa dan Staphylococcus aureus), tetapi toksisitasnya lebih kecil daripada fenol. Resorsinol memiliki beberapa sifat fungisid, digunakan pada larutan dengan kadar 1 sampai 3 persen dan pada salep atau pasta dengan kadar 10 sampai 20 persen untuk antiseptik dan keratolitik pada penyakit kulit, seperti kadas, infeksi parasitik, eksem, psoriasis dan dermatitis seboroeik (Wilson dan Gisvold, 1982). Resorsinol dilaporkan memiliki energi aktivasi (Em) untuk penetrasi epidermal sebesar 17,8 kkal/mol dan log koefisien partisi oktanol-air (log P) sebesar 0,8 (Roberts, et al., 1978).

2.17 Teepol
Istilah Teepol (Tipol) mengacu pada sabun cair serba guna dengan varian penggunaan yang luas, mulai dari sabun cair permbersih peralatan makan, rumah tangga, laboratorium dan juga untuk keperluan industri. Baik digunakan dalam proses produksi sendiri ataupun untuk pencucian peralatan produksi. Teepol adalah cairan bening berwarna kuning dengan berat jenis 1,03 gr/mL.
Sebenarnya istilah Teepol sendiri adalah merupakan merk dagang cairan pembersih buatan Inggris. Produksi teepol dimulai sejak tahun 1938.Sejak itu teepol pun menjadi populer dan menjadi brand yang mendunia. Saking terkenalnya istilah teepol ini, sampai-sampai semua jenis cairan pembersih diberi nama teepol.( http://udharapanjaya.com/).

2.18 Magnesium (Mg)
Unsur yang tergolong pada logam alkali tanah, berwarna putih-keperakan, bersifat ringan, dapat ditempa, relatif stabil di udara, dalam keadaan serbuk akan menyala terang-putih bila dipanaskan. Ditemukan di alam sebagai mineral magnesit, dolomite, kamalit, dan kianit, serta dalmair laut sebagai MgCl2 terlarut.Sebagai komersial diperoleh melalui elektrolisis lelehan MgCl2 dari olahan ai laut. Kegunaan logam ini antara lain untuk komponen lampu fotografi, komponen ini utam paduan logam untuk rangka pesawat dan oket, untuk zat adiktif pada bahan bakar, sebagai pereduksi (Mulyono, 2005).

2.19Aerometer
Aerometer ini merupakan sebuah alat untuk mengukur densitas relatif dari suatu sampel cairan.Aerometer ini biasanya terbuat dari gelas, berbentuk seperti tabung yang menggembung di bagian tengahnya dan meruncing pada ujungnya.Di bagian dalam dari alat ini terdapat pemberat yang berbentuk bulatan-bulatan kecil (Pb) dan terdapat skala serta termometer untuk mengukur densitas dan suhu dari suatu larutan. Skala-skala pada aerometer menunjukkan berat jenis cairan. Semakin kecil berat jenis cairan, areometer akan tercelup semakin dalam, karena itu skala pada areometer menunjukkan angka yang semakin besar dari atas ke bawah. Aerometer berdasar pada prinsip hukum Archimedes, setiap benda yang dimasukkan dalam cairan akan mengalami gaya angkat yang besarnya sama dengan berat zat cair yang dipindahkan karena adanya benda tersebut.



 






Gambar 2.2 Aerometer

2.20 Desikator
Desikator adalah wadah untuk mengeringkan zat atau menjaganya dari kelembapan udara. Desikator juga ada yang berupa panci bersusun dua yang bagian bawahnya diisi dengan bahan pengering, dengan penutup yang sulit dilepas dalam keadaan dingin karena dilapisi dengan vaselin. Ada dua macam desikator, yaitu desikator vakum dan desikator biasa. Desikator vakum, pada bagian tutupnya ada katup yang bisa dibuka tutup, yang dihubungkan dengan selang ke pompa. Bahan pengering yang sering digunakan adalah silika gel (Dainith, 1994).








Gambar 2.3 desikator

Desikator biasa disebut dengan eksikator, eksikator digunakan untuk mendinginkan krus setelah dipijarkan atau krus penyaring setelah dikeringkan sampai suhu kering sama dengan suhu kamar. Selama pendinginan, eksikator harus tertutup dari udara luar sehingga tidak menyerap uap air (lembab). Sebagai bahan pengering biasanya CaO, CaCl2, anhidrous atau asam sulfat pekat, silika gel, fosor pentaoksida dan lain-lain. Tutup eksikator pada bibirnya dilapisi vaselin supaya penutupan berlangsung secara rapat sampai kedap udara, akibatnya tekanan udara di dalam eksikator selalu kurang dari tekanan udara luar. Waktu membuka tutup ini harus dilakukan dengan hati-hati yakni dengan menggeser ke samping dan tidak diangkat (Khopkar, 2002).






Gambar 2.4 Eksikator


1 komentar: