BAB
II
DASAR TEORI
2.1 Analisis
yang Dilakukan di PT. PINDAD (Persero)
Perusahaan
yang bergerak di bidang apapun harus memilki spesifikasi atau standar terhadap
bahan baku atau raw material dan
bahan pendukung produksi yang akan digunakan selama produksi. Hal ini juga
diterapkan di PT. PINDAD (Persero) ini, perusahaan melakukan pemeriksaan secara
menyeluruh terhadap bahan baku atau raw
material dan bahan pendukung produksi yang digunakan. Perusahaan ini
melakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif terhadap bahan baku atau
raw material dan bahan pendukung produksi.
2.1.1
Analisis Kualitatif
Analisis
kualitatif merupakan analisis untuk melakukan identifikasi
elemen, spesies, dan atau senyawa-senyawa yang ada di dalam suatu sampel (Rohman, 2007). Analisa kualitatif
merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mempelajari kimia dan
unsur-unsur serta ion-ionnya dalam larutan. Dalam metode analisis kualitatif
menggunakan beberapa pereaksi, Pereaksi ini dilakukan untuk mengetahui jenis
anion/kation suatu larutan (Mulyono, 2005). Analisis kualitatif ini ada beberapa jenis
diantaranya:
2.1.1.1 Analisis
Kualitatif Anion
Analisis jenis ini dimulai dengan uji pendahuluan untuk
mendapatkan gambaran ada tidaknya anion tertentu atau kelompok anion yang
memiliki sifat yang sama. Selanjutnya diikuti dengan proses analisis yang
merupakan uji spesifik dari anion tertentu. Pada umumnya uji spesifik anion
hanya peka terhadap anion tertentu tidak peka untuk anion yang lainnya. Hanya
bila terjadi interferensi atau gangguan dalam suatu analisis anion oleh anion
lain maka diperlukan langkah awal proses pemisahan. Beberapa uji pendahuluan
dan uji identifikasi atau uji spesifik
dapat dilakukan dalam fasa padatan, tetapi untuk memperoleh validitas pengujian
yang tinggi biasanya dilakukan dalam keadaan larutan. Jika zat yang tidak
diketahui tidak larut dalam air, harus dilakukan perlakuan tertentu dengan
pereaksi kimia agar menjadi larut. Beberapa anion tidak stabil dalam larutan
asam, atau bereaksi satu sama lain dalam suasana asam. Bila terjadi hal ini
maka analisis anion dapat dilakukan dalam suasana basa (Ibnu, 2005).
Anion-anion dapat terbagi menjadi dua golongan, yaitu
(Pooling, 1985).Pertama, anion yang menghasilkan gas bila
direaksikan dengan HCl encer, yaitu karbonat, bikarbonat, silfida, sulfit,
tiosulfat, nitrit dan sianida.
Kedua, anion yang tidak menghasilkan gas bila direaksikan dengan
HCl encer, yaitu klorida, bromida, iodida, nitrat, sulfat, fosfat, fosfit,
hipofosfit, arsenit, arsenat, kromat, bikromat dan anion dari asam organik.
Analisis kualitatif anion ini antara lain untuk
mengetahui ion-ion seperti berikut:
2.1.1.1.1
Analisis Ion
Nitrat
(NO3-)
Untuk mengidentifikasi adanya ion nitrat (NO3-)
dalam sampel dapat dilakukan dengan menambahkan larutan FeSO4 encer
ke dalam larutan sampel yang telah diasamkan dengan H2SO4
encer. Kemudian dengan hati-hati ditambahkan H2SO4 pekat
dalam keadaan dingin. Jika setelah berapa menit terbentuk cincin coklat,
menunjukkan adanya ion nitrat dalam larutan sampel (Ibnu, 2005).
Pada analisis kualitatif untuk uji aniaon nitrat (NO3-)
dapat dilakukan dengan car sebagai berikut (Pooling, 1985):
a.
Sampel
+ asam sulfat pekat dengan garam nitrat padat dapat menghasilkan uap HNO3
dan uap NO2 yang berwarna coklat teristimewa bila dipanaskan.
Reaksinya sebagai berikut:
2NaNO3 + H2SO4 Na2SO4 + HNO3 (2.1)
4HNO3 2H2O +
4NO2 + O2 (2.2)
b.
Sampel
+ ferosulfat dalam lingkungan H2SO4 pekat
menghasilkan cincin coklat. Reaksinya sebagai berikut:
2NaNO3 + H2SO4 Na2SO4 + HNO3 (2.3)
6FeSO4 + 2HNO3
+ 3H2SO4 3Fe2(SO4)3
+ 4H2O + 2NO (2.4)
FeSO4
+ NOFe (NO)SO4 (2.5)
2.1.1.1.2
Analisis Ion
Sulfat
(SO42-)
Untuk mengetahui adanya ion sulfat (SO42-)
dalam sampel dapat dilakukan dengan menambahkan larutan BaCl2 dalam suasana
asam pada larutan sampel. Pembentukan endapan putih barium sulfat (BaSO4)
menunjukkan adanya ion sulfat dalam larutan sampel (Ibnu, 2005).
Pada uji kualitatif untuk anion
SO42- dapat dilakukan dengan cara (Pooling, 1985), sampel + barium klorida + asam klorida encer akan
menhasilkan endapan putih yang sukar larut dalam asam encer. Sampel yang akan
dianalisis ini sebelumnya ditambahkan dengan asam klorida encer kemudian
barulah ditambahkan barium klorida dan akan menghasilkan endapan putih yang
berupa BaSO4. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
Na2SO4
+ BaCl2 BaSO4 + NaCl (2.6)
2.1.1.1.3
Analisisi Ion
Klorin
(Cl-)
Ion klorida yang
dianalisis ini merupakan ion klorida yang larut dalam AgCl. Endapan perak
klorida, AgCl, yang seperti dadih dan putih. Ia tidak larut dalam air dan dalam
asam nitrat encer, tetapi larut dalam larutan amonia encer dan dalam larutan-larutan
kalium sianida dan tiosulfat (Svehla, 1985).
Cl-
+ Ag+ AgCl (2.7)
AgCl
+ 2NH3 [Ag(NH3)2]+
+ Cl- (2.8)
[Ag(NH3)2]+
+ Cl- + 2H+ AgCl + 2NH4+ (2.9)
Dari keterangan
di atas bahwa untuk mengetahui adanya anion Cl- pada suatu sampel
yaitu dengan cara sampel yang akan dianalisis, ditambahkan dengan Ag nitrat
encer kemudian ditambah dengan asam nitrat encer. Asam nitrat dalam analaisis
klorida ini selain untuk memberikan suasana asam juga berfungsi untuk
menetralkan kelebihan amonia, karena dari reaksi di atas dihasilkan amonia.
Amonia yang berlebih dapat menggangu amalisa yaitu dapat melarutkan perak
klorida. Jika sampel yang dianalisis terdapat endapan putih , maka di dalam
sampeltersebut terdapat ion Cl-. Ion Cl- ini berikatan
dengan Ag+ membentuk AgCl. Ion kompleks hanya sedikit mengalami
penguraian menghasilkan Ag+ dan NH3 sehingga hasil kali
[Ag+][ Cl-] > ksp. Oleh karena itu, endapan akan
larut. Sifat dari AgCl dapat larut dalam asam nitrat encer tetapi tidak mudah
larut dalam amonia.
2.1.1.2 Analisis
Kualitatif Kation
Untuk analisis kualitif jenis ini, sistematika kation
diklasifikasikan dalam liam golongan berdasarkan sifat-sifat kation itu
terhadap beberapa reagensia. Dengan cara ini kita dapat mentapkan ada atau
tidaknya golongan-golangan kation, dan dapat juga memisahkan golongan-golongan
ini untuk pemeriksaan lebih lanjut. Reagensia yang dipakai untuk klasifikasi
yang umum adalah asam klorida, hidrogen sulfida, ammonium sulfida, dan ammonium
karbonat.Klasifikasi ini didasarkan atas apakah suatu kation bereaksi dengan
reagensia-reagensia ini dengan membentuk endapan atau tidak. Jadi boleh
dikatakan pengklasifikasian kation yang paling umum ini didasarkan atas
perbedaan kelarutan dari klorida, sulfida ,dan karbonat dari kation tersebut
(Svehla, 1985).
Kelima golongan kation dan ciri-ciri khas
golongan-golongan ini adalah sebagia berikut (Svehla,1985):
2.1.1.2.1
Golongan 1
Kation golongan ini membentuk endapan dengan asam
klorida encer.Ion golongan ini adalah timbel, merkurium (I) raksa, dan perak.
2.1.1.2.2
Golongan 2
Kation golongan ini tidak bereaksi dengan asam
klorida, tetapi menbentuk endapan dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam
mineral encer. Contoh ion golongan ini adalah merkurium(II), tembaga, bismuth,
kadmium, arsenik(IV), dan lain sebagainya.
2.1.1.2.3
Golongan 3
Kation golongan ini tidak bereaksi dengan asam klorida
ataupun dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral encer. Namun, kation
ini membentuk endapan dengan ammonium sulfida dalam suasana netral atau
amoniakalcontoh dari kation golongan ini adalah kobalt(II), nikel(II),
besi(II), dan masih banyak yang lainnya.
2.1.1.2.4
Golongan 4
Kation golongan ini tidak bereaksi dengan reagensia
golongan 1,2 ,dan 3. Kation-kation ini akan membentuk endapan dengan ammonium
karbonat dengan adanya ammonium klorida dalam suasana netral atau sedikit asam.
Cantoh kation golongan ini adalah kalsium, strosium dan barium.
2.1.1.2.5
Golongan 5
Kation golongan ini tidak bereaksi dengan reagensia
pada golongan sebelumnya.Contoh dari kation ini adalah hidrogen, natrium,
kalium, magnesium, dan litium.
2.1.2
Analisis Kuantitatif
Analisis
kuantitatif adalah analisis untuk
menentukan jumlah (kadar) absolut atau relatif dari suatu elemen atau spesies
yang ada di dalam sampel (Rohman, 2007). Analisis kualitatif memiliki dua jenis metode antara
lain:
2.1.2.1 Metode
Titrimetri
Metode titrimetri merupakan cara
analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia
dalam setiap metode titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen
analit dengan zat pendeteksi yang disebut titran (Ibnu, 2005). Dalam titrasi,
analit direaksikan dengan suatu bahan lain yang telah diketahui atau dapat
diketahui jumlah konsentrasinya dengan tepat melalui perhitungan. Bila bahan
tersebut berupa larutan, maka konsentrasi harus diketahui, larutan demikian
dinamakana “larutan baku”. Dalam titrasi, konsentrasi larutan baku harus
diketahui sampai empat desimal (Ibnu, 2005).
Pada saat titran
yang ditambahkan telah ekuivalen, maka penambahan titran harus dihentikan, pada
saat ini dinamakan “titik akhir’ titrasi. Pencapaian titik ekuivalen umumnya
ditandai oleh perubahan zat tertentu yang sengaja dimasukkan ke dalam larutan
analit yang dikenala sebagia indikator. Perubahan indikator ini terjadi bila
semua analit telah bereaksi dengan titran (Khopkar, 1983).
Ada sejumlah zat
yang disebut indikator penetral atau indikator asam basa, yang memiliki warna
yang berbeda yang bergantung pada konsentrasi ion hidrogen dari larutan.
Ciri-ciri khas indikator ini adalah bahwa perubahan dari warna yang dominan
“asam” menjadi warna dominan “basa” tidaklah mendadak dan sekaligus, tetapi
berjalan di dalam suatu interval pH yang dinamakan selang perubahan warna
indikator. Kedudukan selang perubahan warna-warna pada skala pH berbeda-beda.
Maka, untuk kebanyakan titrasi asam basa menggunakan indikator dengan selang
perubahan warna yang dekat dengan pH pada titik ekuivalen (Svehla, 1994).
2.1.2.2 Metode
Gravimetri
Metode gravimetri merupakan metode
analisis kuantitatif berdasarkan berat konstan dan dengan penimbangan.
Banyaknya komponen yang akan di analisis ditentukan dari hubungan antara berat
sampel yang akan di anaisis, masa atom relatif, masa molekul relatif dan berat
endapan hasil reaksi. Bagian terbesar analisis gravimetri menyangkut perubahan
unsur atau gugus dari senyawa yang di analisis menjadi senyawa lain yang murni
dan stabil, sehingga dapat diketahui berat tetapannya. Berat unsur atau gugus
yang dianalaisis selanjutnya dihitung dari rumus senyawa serta masa atom
penyusunnya (Underwood, 2002).
Dalam analisis gravimetri endapan
yang dihasilkan ditimbang dan dibandingkan dengan berat sampel. Prosentase
berat analit A terhadap sampel dinyatakan dengan persamaan berikut (Ibnu,
2005):
(2.10)
Untuk
menetapkan berat analitik dari berat endapan sering dihitung melalui faktor gravimetri. Faktor gravimetri
didefinisikan sebagai jumlah berat analitik dalam 1 gram endapan. Hasil kali
berat endapan dengan faktor
gravimetri sama dengan berat analitik. Faktor gravimetri dapat dihitung apabila
rumus kimia analitik dari endapan diketahui dengan tepat (Ibnu, 2005):
(2.11)
Tentu
saja kita tidak perlu menggunakan konsep faktor gravimetri dalam menghitung
presentase analit dalam suatu sampel. Jika konsep tersebut digunakan, dua hal
penting harus diperhatikan. Pertama, berat molekul (atau atom) dari analit
tersebut berada pada pembilang; berat zat yang ditimbang pada pembagi. Kedua,
jumlah molekul atau atom dalam pembilang dan pembagi harus ekivalen secara
kimia. Dengan demikian faktor gravimetri untuk Fe dalam Fe2O3
umumnya ditulis 2Fe/ Fe2O3, dimana Fe berarti berat atom
besi, dan Fe2O3 berarti berat molekul besi (III) oksida.
Contoh lainnya Fe dalam Fe3O4 adalah Fe/ Fe3O4,MgO
dalam Mg2P2O7 adalah 2MgO/ Mg2P2O7
(Underwood, 2002).
Untuk
menganalisis sebuah contoh dengan kemurnian yang tidak diketahui, analis
menimbang secara akurat seporsi sampel, melarutkannya dengan baik, dan mentitrasinya
dengan larutan standar. Jika reaksi titrasi adalah sebagai berikut (Underwood,
2002):
aA + tT produk (2.12)
dimana a
molekul analit, A, bereaksi dengan t molekul titran, T, maka pada titik
ekivalen (Underwood, 202):
t x mmol
A = a x mmol T (2.13)
mmol A =
a/t x mmol T (2.14)
Jika V
dan M mewakili volume (mL) dan molaritas (mmol/ mL) titran, dan BMA
adalah berat molekul dari analit, maka (Underwood, 202):
mmol A =
a/t x V x M (2.15)
mg A =
a/t x V x M x BMA (2.16)
Presentase
berat dari A adalah
(2.17)
(2.18)
Sedangkan perhitungan mneggunakan presentase
kemurnian dengan menggunakan normalitas (Underwood, 202):
(2.19)
Berat
gram ekivalen (yang biasa disingkat berat ekivalen, BE) dari sebuah asam atau
basa didefinisikan sebagai berat yang diperlukan dalam gram untuk melengkapi
atau bereaksi dengan 1 mol H+ (1,008 gram). BE dari substansi
tersebut dinamakan ekivalen (eq), sama seperti BE yang dinamakan mol.
Perhatikan reaksi-reaksi asam-basa berikut, semua ditulis secara molekular (Underwood,
202):
HCl +
NaOH NaCl
+ H2O (2.20)
H2SO4
+ 2NaOH Na2SO4
+ 2H2O (2.21)
2HCl +
Ca(OH)2 CaSO4
+ 2H2O (2.22)
H2SO4
+ Ca(OH)2 CaSO4
+ 2H2O ` (2.23)
Dapat
dilihat bahwa 1 mol H2SO4 bereaksi dengan mol NaOH dua
kali lebih banyak dibandingkan dengan 1 mol HCl, dan 1 mol Ca(OH)2
bereaksi dengan HCl dua kali lebih banyak dibandingkan 1 mol NaOH. Kemudian ½
mol H2SO4 dan 1 mol Ca(OH)2 masing-masing
ekivalen secara kimiawi dengan 1 mol HCl dan 1 mol NaOH. Mereka juga ekivalen
satu sama lain seperti yang digambarkan pada rekasi terakhir (Underwood, 2002).
Untuk
reaksi 2.21 akan menjadi:
2 x mol H2SO4
= mol NaOH (2.24)
BE dari H2SO4
adalah setengah BM, atau 98,07/ 2 = 49,04 g/eq
2.1.3
Analisis pH
Power of Hydrogen atau yang sering disingkat dengan pH, merupakan suatu
ukuran yang menyatakan keasaman atau kebasaan suatu larutan atau bahan.pH ini
didefinisikan sebagai pH= -log [H+], dimana tanda [] menyatakan
konsentrasi larutan atau bahan dalam mol/L. Ukuran atau rentang pH adalah
antara 1-14, dimana pH<7 larutan atau bahan memiliki sifat asam, pH=7
larutan atau bahan memiliki sifat netral, dan pH>7 larutan atau bahan
memiliki sifat basa (Mulyono, 2005).
pH larutan dapat diukur diukur dengan
beberapa cara. Secara kualitatif pH dapat diperkirakan dengan kertas lakmus
(litmus) atau suatu indikator (kertas indikator pH). Secara kuantitatif
pengukuran pH dapat digunakan elektroda potensiometrik. Elektroda ini memonitor
perubahan voltase yang disebabkan oleh perubahan aktifitas ion hidrogen (H+)
dalam larutan (Rahayu, 2009).
Ada banyak jenis indikator yang bisa
digunakan dalam pengukuran pH (Svehla, 1994).
2.1.4
Berat
Jenis
Berat jenis
sebuah benda adalah massa benda tersebut tiap satu satuan volume yang dapat
dinyatakan dengan:
(2.25)
dalam hal ini,
adalah berat jenis benda (Kgm-3), m adalah massa benda (Kg), dan v adalah volume (m-3).
Berdasarkan element rapat massa pervolume ada benda yang
homogen dan heterogen. Secara umum kita akan menggunakan massa jenis rata-rata
yang menggambarkan jumlah massa total benda dibagi dengan jumlah volume total
benda. Dalam menentukan berat jenis suatu benda akan menerapkan Hukum
Archimedes: setiap benda yang tercelup
sebagian atau seleruhnya ke dalam fluida, akan mendapatkan gaya ke atas sebesar
berat fluida yang dipindahkan oleh benda itu. Sehungga kita dapat
membandingkan harga massa jenis yang dihitung secara konvensional (hitung massa
dan volume) dan dengan menerapkan hukum Archimedes (Hallyday, 1978).
Alat-alat yang
dapat digunakan untuk menentukan berat jenis antara lain (Tipler, 1991):
a.
Piknometer
Piknometer
digunakan untuk mengukur berat jenis suatu zat cair dan zat padat, kapasitas
volumenya antara 10 mL-25 mL, bagian tutup mempunyai lubang berbentuk saluran
kecil. Pengukuran harus dilakukan pada suhu tetap. Volume zat cair selalu sama
dengan volume piknometer.
b.
Neraca
Hidrostatik
Neraca
Hidrostatik digunakan untuk mengukur berat jenis zat padat dan zat cair. Zat
padat digantungkan pada piring yang pendek supaya neraca ditimbang pada piring
yang panjang diletakkan anak timbangan.
c.
Neraca
Reimenn
Neraca Reimenn
untuk menentukan bobot jenis zat cair, neraca reimenn hanya mempunyai satu
piring saja, dimana benda digantungkan sedangkan kesetimbangan diatur
denganbenda G digeser kekiri/kekanan jika benda celup dalam zat cair yang
dicari berat jenisnya. Supaya neraca setimbang, pada piring harus diberi anak
timbangan B gram.
d.
Neraca
Mohr
Neraca Mohr
(Westphal) digunakan untuk mengukur jenis zat cair, terdiri atas luas dengan 10
buah lefufu ke 10 tergantung sebuah benda C tersebut dari gelas/kaca.
e.
Aerometer
Aerometer adalah
alat untuk menentukan atau mengetahui berat jenis zat cair. Alat ini berbentuk
silinder mengerucut pada ujungnya dan terdapat skala pada dinding luarnya. Alat
ini biasanya terbuat dari gelas atau kaca.
2.1.5
Destilasi
Destilasi
merupakan metode pemisahan yang berdasarkan pada perbedaan titik didih cairan
pada tekanan tertentu. Pemisahan dengan destilasi melibatkan penguapan
diferensial dari suatu campuran cairan diikuti dengan penampungan material yang
menguap dengan cara pendinginan dan pengembunan (Soebagio, 2003).
Pemisahan dengan
destilasi berbeda dengan pemisahan dengancara penguapan. Pada destilasi semua
komponen yang terdapat di dalam campuran bersifat mudah menguap (volatil).
Tingkat penguapan masing-masing komponen berbeda-beda pada suhu yang sama. Hal
ini akan berakibat bahwa pada suhu tertentu uap yang akan dihasilkan dari suatu
campuran cairan akan lebih banyak mengandung komponen yang lebih volatil. Sifat
demikian ini akan terjadi sebaliknya, yakni pada suhu tertentu fasa cairan akan
lebih banyak mengandung komponen yang kurang volatil. Jadi cairan yang
setimbang dengan uapnya pada suhu tetentu memiliki komposisi yang berbeda. Pada
pemisahan dengan cara penguapan komponen volatil dipisahkan dari komponen yang
non volatil, karena proses pemanasan (Soebagio, 2003).
Gambar 2.1 Serangkaian alat destilasi sederhana
Macam-macam
destilasi (Haryanto, 2009):
a.
Destilasi
Sederhana
Biasanya
destilasi jenis ini digunakan untuk memisahkan zat cair yang titik didihnya
rendah, atau memisahkan zat cair dengan zat padat atau minyak. Proses ini
dilakukan dengan mengalirkan uap zat cair tersebut melalui kondensor lalu
hasilnya ditampung dalam suatu wadah, namun hasilnya tidak benar-benar murni
atau bisa dikatakan tidak murni karena hanya bersifat memisahkan zat cair yang
titik didihnya rendah atau zat cair dengan zat padat atau minyak.
b.
Destilasi
Bertingkat (fraksional)
Proses ini
digunakan untuk komponen yang memiliki titik didih yang berdekatan. Pada
dasarnya sama dengan destilasi sederhana, hanya saja memiliki kondensor yang
lebih banyak sehingga mampu memisahkan dua komponen yang memiliki perbedaan
titik didih yang berdekatan. Pada proses ini akan didapatkan komponen kimia
yang lebih murni, karena melewati kondensor yang banyak.
c.
Destilasi
Azeotrop
Digunakan untuk
memisahkan campuran azeotrop (campuran dua atau lebih komponen yang sulit
dipisahkan), biasanya dalam prosesnya digunakan senyawa lain yang dapat memecah
ikatan azeotrop tersebut atau dengan menggunakan tekanan tinggi.
d.
Destilasi
Vakum (destilasi tekanan rendah)
Destilasi
inidigunakan untuk zat yang tidak tahan suhu tinggi atau bisa rusak pada
pemanasan tinggi. Sehingga dengan menurunkan tekanan maka titik didih juga akan
menurun, maka destilasi yang tadinya dilakukan pada suhu yang tinggi tetap
dapat dilakukan pada suhu yang rendah dengan menurunkan tekanan.
e.
Refluks/destruksi
Refluks/destruksi
bisa dimasukkan dalam macam-macam destilasi walau pada prinsipnya agak
berlainan. Refluks dilakukan untuk mempercepat reaksi dengan jalan pemanasan
tetapi tidak akan mengurangi jumlah campuran zat yang ada. Dimana pada umumnya
reaksi-reaksi senyawa organik adalah “lambat” maka campuran reaksi perlu dipanaskan
tetapi biasanya pemanasan akan menyebabkan penguapan baik pereaksi ataupun
hasil reaksi. Karena itu agar campuran tersebut reaksinya berjalan cepat,
dengan jumlah pemanasan tetap jumlahnya tetap reaksinya maka dilakukan refluks.
f.
Destilasi
Kering
Prinsip dari
destilasi jenis ini yaitu memanaskan material padat untuk mendapatkan fasa uap
dan cairnya. Contohnya untuk mengambil cairan bahan bakar dari kayu atau batu
bara. Proses destilasi didahului dengan penguapan senyawa cair dengan pemanasan,
dilanjutkan dengan pengembunan uap yang terbentuk dan ditampung dalam wadah
yang terpisah untuk mendapatkan destilat.
Dasar proses
destilasi adalah kesetimbangan senyawa volatilantara fasa cair dan fasa uap.
Bila zat non volatil dilarutkan kedalam suatu zat cair, maka tekanan uap zat
cair tersebut akan turun. Pada larutan yang mengandung dua komponen volatil
yang dapat bercampur sempurna, maka tekanan uap masing-masing komponen akan
turun. Hukum Roult menyatakan bahwa tekanan uap masing-masing komponen berbanding
langsung dengan fraksi molnya (Soebagio, 2003):
PA=XAP0A
dan PB=XBP0B (2.26)
Pt=PA
+ PB= XAP0A + XBP0B
2.1.6
Asam
dan Basa Keras
Tahun 1960 R.G
Pearson mengusulkan bahwa asam basa lewis dapat diklasifikasikan sebagai asam
basa lunak (soft) atau keras (hard). Asam basa lunak adalah asam basa yang
elektron-elektron valensinya mudah terpolarisasi atau terlepaskan, sedangkan
asam basa keras adalah asam basa yang tidak mempunyai elektron valensi dan
sukar terpolarisasi. Dengan kata lain, asam basa lunak mempunyai siafat
terpolarisai tinggi dan asam basa keras mempunyai sifat terpolarisai rendah.
Konsep ini kemudian dikenal dengan nama HSAB yang singkatan dari “hard soft
acid and base” (asam basa keras dan lunak) atau yang biasa dikenal sebagai asam
basa pearson (Cool, 2009).
Asam dan basa
keras cenderung mempunyai atom yang kecil/radius ionik, oksidasi tinggi,
kepolaran rendah, dan keelektronegatifan tinggi. Sedangkan asam basa lunak
cenderung mempunyai atom yang besar/radius ionik, oksidasi rendah, dan
keelektronegatifan rendah. Asam basa keras biasanya membentuk ikatan ionik,
sedangkan asam basa lunak membentuk ikatan kovalen. Kekerasan suatu asam basa
diukur untuk mengetahui kecenderungan terjadinya perubahan formasi atau bentuk
(Cool, 2009).
Tabel
2.1 Asam basa keras dan lunak (Saito, 2009)
2.1.7
Viskositas
Viskositas atau kekentalan merupakan sifat
suatu cairan atau gas (fluida) yang berhubungan dengan hambatan alir gas atau
cairan itu sendiri sebagai akibat adanya gaya-gaya antar partikelnya yang
mengalir (Mulyono, 2005).
Viskositas diukur dengan beberapa cara. Waktu
yang diperlukan oleh larutan untuk melewati pipa kapiler dicatat dan
dibandingkan dengan sampel standart. Salah satu kerumitan dalam pengukuran
intensitas adalah dalam beberapa kasus ternyata fluida non-nemtonian yaitu
viskositasnya berubah saat laju aliran bertambah. Penambahan laju aliran dengan
bertambahnya laju aliran menunjukkan adanya molekul seperti batang panjang yang
terorientasi oleh aliran tersebut, sehingga saling meluncur melewati satu sama
lain dengan lebih bebas sehingga panjangnya terputus-putus, ini membawa
konsekwensi lebih lanjut pada viskositas (Atkins, 1996).
2.2
Aquades
Dari
istilah latin; aquadestilata yang
berarti air suling; air yang diperoleh dari pengembunan uap air akibat
penguapan atau pendidihan air (Mulyono, 2005).
2.3 Etanol
Senyawa alkohol yang memiliki rumus kimia C2H5OH.Zat
cair jernih tidak berwarna, berbau khas, mudah terbakar,dan mudah bercampur
dengan air.Digunakan sebagai antiseptik, bahan minuman keras, dan sebagai bahan
bakar. T.l. -117 ⁰C,
t.d. -102 ⁰C,
dan d 0,61 (Mulyono, 2005).
2.4 Metanol
Senyawa monoalkohol paling sederhana dengan rumus
kimia (CH3OH).Zat ini berbentuk cairan tidak berwarna atau bening,
mudah terbakar, dan bersifat racun. Metanol ini digunakan sebagai pelarut, zat
anti beku, dan digunakan sebagai bahan baku untuk industri kimia. T.l.
-98 ⁰C,
t.d. 64 ⁰C
dan d 0,79 (Mulyono, 2005).
2.5 Aluminium
Aluminium merupakan unsur logam yang berwarna abu-abu
mengkilat, dan kurang kuat tetapi ringan.Logam ini reaktif dan segera bereaksi
dengan oksigen di udara membentuk lapisan oksidanya yang membungkus badan logam
sehingga menghalangi oksidasi selanjutnya dan logam ini menjadi tahan
karat. Campurannya dengan logam-logam seperti Mn, Ni, Cu, Zn dan Si membentuk alloy yang ringan
dengan kegunaan yang luas. Oksidanya sebagai alumina yang ditemukan di alam
antara lain berupa mirah delima, safir, korundum, dan emeri digunakan dalam
pembuatan gelas dan bahan tahan panas (Mulyono, 2005).
2.6 Asam
Asetat
Asam ini termasuk ke dalam golongan asam karboksilat
dengan rumus kimia CH3COOH.Zat cair tidak berwarna dengan bau yang
khas menusuk hidung. Dapat diperoleh di pasaran dengan kadar 99%-100%, dan
sebagai biang cuka dengan kadar 80%. Kegunaan asam asetat
ini cukup luas, antara lain untuk pemberi rasa pada makanan, pewarna kain pada
industri tekstil, pengawet sayuran ,dan sebagai penggupal getah karet (Mulyono,
2005).
2.7 Oli
Pelumas atau oli merupakan cairan kental yang
berfungsi sebagai pelicin, pelindung, dan pembersih bagi bagian dalam
mesin.Kode pengenal dari oli berupa huruf SAE yang merupakan singkatan dari Society of Automotive Engineers.Selanjutnya
angka yang mengikuti di belakangnya, menunjukkan tingkat kekentalan dari oli
tersebut.SAE 40 atau SAE 15W-50, semakin besar angka yang mengikuti kode oli
menandakan semakin kentalnya oli tersebut.sedangkan huruf yang terdapat di
belakang angka di awal , merupakan singkatan dari winter. SAE 150W-50, berarti
oli tersebut memiliki kekentalan SAE 10 untuk kondisi suhu dingin dan SAE 50
pada kondisi suhu panas. Dengan kondisi seperti ini, oli akan memberikan
perlindungan optimal saat mesin pertama dinyalakan meskipun pada kondisi
ekstrim sekalipun. Sementara itu dalam kondisi panas normal, idealnya oli akan
bekerja pada kisaran angka 40-50 menurut standar SAE.
Ada dua jenis oli yang dikenal, antara lain:
2.7.1
Oli Mineral
Oli jenis ini berbahan bakar oli dasar (crude oil)
yang diambil dari minyak bumi yang telah diolah dan disempurnakan. Beberapa
para pakar mesin menyarankan untuk tidak langsung menggati pemakaian oli
mineral dengan oli sintetis secara langsung apabila telah digunakan selama
bertahun-tahun, karena oli sintetis umunya akan mengkikis deposit yang
ditinggalkan oli mineral pada mesin sehingga deposit tadi terangkat dari
tempatnya dan mengalir ke dalam cela-celah mesin dan akan menggangu performa
dari mesin itu sendiri.
2.7.2
Oli Sintetis
Oli jenis ini terdiri dari Polyalphaolifins yang datang dari bagian terbersih dari pemilihan
oli mineral yaitu gas.Senyawa ini kemudian dicampur dengan oli mineral. Basis
yang paling stabil adalah polyol-ester,
yang paling sedikit bereaksi apabila dicampur dengan bahan yang lain. Oli sintesis cenderung tidak mengandung bahan karbon
aktif, senyawa yang sangat tidak bagus untuk oli karena cenderung bergabung
dengan oksigen sehingga menghasilkan asam. Pada dasarnya, oli sintetis didesain
untuk menghasilkan kinerja yang lebih efektif daripada oli mineral.
2.8
Ammonium
Nitrat
Amonium nitrat
memiliki rumus kimia NH4NO3, merupakan padatan berwarna
putih berupa kristal yang mudah menyerap air (higroskopis). Sebagian besar
produk dari amonium nitrat digunakan dalam bahan peledak dan sebagian kecil
digunakan dalam campuran pupuk dan pembius.
2.9 Asam
Sulfat
Asam anorganik dengan rumus H2SO4; zat cair kental
menyerupai minyak, tak berwarna, higroskopis, dalam larutannya (air) bersifat
asam kuat, dalam keadaan pekat bersifat oksidator, dan bersifat dapat mengikat
air (sebagai zat pendehidrasi).Asam sulfat merupakan bahan yang sangat penting
karena kegunaannya yang luas seperti untuk industri pupuk, cat, rayon, bahan
peledak, dan untuk berbagai produk lainnya serta untuk pemurnian minyak bumi di
samping digunakan untuk air aki. T.l. 10 °C; t.d. 315-338 °C; d 1,8 (Mulyono,
2005).
2.10Barium
Klorida
Garam anorganik
dengan rumus kimia BaCl2.2H20, tidak berwarna, bersifat
racun, dan mudah larut dalam air. Digunakan sebagai zat aditif untuk minyak
pelumas. T.l. 960 °C, d 3.1 (Mulyono, 2005).
2.11
Indikator Metil Orange
Indikator ini
banyak digunakan dan merupakan basa berwarna kuning dalam bentuk molekulnya.
Penambahan proton menghasilkan kation yang berwarna merah muda, rentang indikator
ini dari pH 3,1 sampai 4,4 (Underwood, 2002).
2.12
Indikator Phenolptalien
Senyawa ini
memiliki rumus molekul C20H14O4, padatan
kristal, tidak berwarna, larut alkohol. Digunakan sebagai indikator asam basa.
Indikator ini merupakan asam diprotik, indikator ini terurai terlebih dahulu
menjadi bentuk tidak berwarnanya dan dengan hilangnya proton kedua, menjadi ion
dengan sistem terkonjugasi mengahsilkan warna merah. Perubahan pH minimum yang
dibutuhkan phenolptalien untuk perubahan warna adalah dari pH 8,0 sampai 9,6
(Underwood, 2002).
2.13
Indikator Universal
Indikator yang
dapat menunjukkan sifat atau derajat keasaman atau kebasaan suatu senyawa.
Indikator ini banyak jenisnya antara lain: lakmus, phenolptalien, metil-orange,
metil-jingga dan seterusnya (Mulyono, 2005).
2.14
Natrium Hidroksida
Senyawa basa
dengan rumus kimia NaOH, padatan berwarna putih, bersifat higroskopis, larut
dalam air (membentuk larutan basa kuat), dan sangat korosif terhadap jaringan.
Digunakan dalam pembuatan rayon, kertas, detergen dan untuk menghilanhkan cat.
T.l. 318 °C, t.d. 1390 °C, d. 2,1 (Mulyono, 2005).
2.15Perak
Nitrat
Garam perak yang
mempunyai rumus kimia AgNO3, padatan kristal tidak bewarna dan mudah
larut dalam air (Mulyono, 2005). Senyawa ini berasa pahit, bahan pengoksida yang
kuat, beracun, dapat mengakibatkan iritasi pada kulit dan sedikit larut dalam
eter. Perak nitrat digunakan dalam pembuatan gelas, cermin, dan larutan
fotografi (Basri, 2005).
2.16 Resorsinol
Resorsinol merupakan senyawa
difenol yang memiliki daya antiseptik tiga kali lebih lemah dibandingkan fenol
(koefisien fenol = 0,4 untuk Eberthella typhosa dan Staphylococcus
aureus), tetapi toksisitasnya lebih kecil daripada fenol. Resorsinol
memiliki beberapa sifat fungisid, digunakan pada larutan dengan kadar 1 sampai
3 persen dan pada salep atau pasta dengan kadar 10 sampai 20 persen untuk
antiseptik dan keratolitik pada penyakit kulit, seperti kadas, infeksi
parasitik, eksem, psoriasis dan dermatitis seboroeik (Wilson dan Gisvold,
1982). Resorsinol dilaporkan memiliki energi aktivasi (Em) untuk penetrasi
epidermal sebesar 17,8 kkal/mol dan log koefisien partisi oktanol-air (log P)
sebesar 0,8 (Roberts, et al., 1978).
2.17
Teepol
Istilah Teepol (Tipol) mengacu pada sabun cair
serba guna dengan varian penggunaan yang luas, mulai dari sabun cair permbersih
peralatan makan, rumah tangga, laboratorium dan juga untuk keperluan industri.
Baik digunakan dalam proses produksi sendiri ataupun untuk pencucian peralatan
produksi. Teepol adalah cairan bening berwarna kuning dengan berat jenis 1,03
gr/mL.
Sebenarnya istilah Teepol sendiri adalah
merupakan merk dagang
cairan pembersih buatan Inggris. Produksi teepol dimulai sejak tahun 1938.Sejak
itu teepol pun menjadi populer dan menjadi brand yang mendunia. Saking
terkenalnya istilah teepol ini, sampai-sampai semua jenis cairan pembersih
diberi nama teepol.( http://udharapanjaya.com/).
2.18
Magnesium (Mg)
Unsur yang tergolong pada logam alkali tanah, berwarna putih-keperakan,
bersifat ringan, dapat ditempa, relatif stabil di udara, dalam keadaan serbuk
akan menyala terang-putih bila dipanaskan. Ditemukan di alam sebagai mineral
magnesit, dolomite, kamalit, dan kianit, serta dalmair laut sebagai MgCl2
terlarut.Sebagai komersial diperoleh melalui elektrolisis lelehan MgCl2
dari olahan ai laut. Kegunaan logam ini antara lain untuk komponen lampu
fotografi, komponen ini utam paduan logam untuk rangka pesawat dan oket, untuk
zat adiktif pada bahan bakar, sebagai pereduksi (Mulyono, 2005).
2.19Aerometer
Aerometer ini merupakan sebuah alat untuk mengukur densitas relatif dari suatu sampel cairan.Aerometer ini biasanya terbuat dari gelas,
berbentuk seperti tabung yang menggembung di bagian tengahnya dan meruncing
pada ujungnya.Di bagian dalam dari alat ini terdapat pemberat yang berbentuk
bulatan-bulatan kecil (Pb)
dan terdapat skala serta termometer untuk mengukur densitas
dan suhu dari suatu larutan. Skala-skala pada
aerometer menunjukkan berat jenis cairan. Semakin kecil berat jenis cairan,
areometer akan tercelup semakin dalam, karena itu skala pada areometer menunjukkan
angka yang semakin besar dari atas ke bawah. Aerometer berdasar pada prinsip
hukum Archimedes, setiap benda yang dimasukkan dalam cairan akan mengalami gaya
angkat yang besarnya sama dengan berat zat cair yang dipindahkan karena adanya
benda tersebut.
Gambar 2.2 Aerometer
2.20
Desikator
Desikator adalah
wadah untuk mengeringkan zat atau menjaganya dari kelembapan udara. Desikator
juga ada yang berupa panci bersusun dua yang bagian bawahnya diisi dengan bahan
pengering, dengan penutup yang sulit dilepas dalam keadaan dingin karena
dilapisi dengan vaselin. Ada dua macam desikator, yaitu desikator vakum dan
desikator biasa. Desikator vakum, pada bagian tutupnya ada katup yang bisa
dibuka tutup, yang dihubungkan dengan selang ke pompa. Bahan pengering yang
sering digunakan adalah silika gel (Dainith, 1994).
Gambar 2.3 desikator
Desikator biasa
disebut dengan eksikator, eksikator digunakan untuk mendinginkan krus setelah
dipijarkan atau krus penyaring setelah dikeringkan sampai suhu kering sama
dengan suhu kamar. Selama pendinginan, eksikator harus tertutup dari udara luar
sehingga tidak menyerap uap air (lembab). Sebagai bahan pengering biasanya CaO,
CaCl2, anhidrous atau asam sulfat pekat, silika gel, fosor
pentaoksida dan lain-lain. Tutup eksikator pada bibirnya dilapisi vaselin
supaya penutupan berlangsung secara rapat sampai kedap udara, akibatnya tekanan
udara di dalam eksikator selalu kurang dari tekanan udara luar. Waktu membuka
tutup ini harus dilakukan dengan hati-hati yakni dengan menggeser ke samping
dan tidak diangkat (Khopkar, 2002).
Gambar 2.4 Eksikator
minta daftar pustakanya gan.
BalasHapus